Liputan6.com, Sanaa - Protes kemarahan meletus di pulau Socotra setelah Uni Emirat Arab (UEA) mengerahkan empat pesawat militer dan lebih dari 100 pasukan ke Situs Warisan Dunia UNESCO tersebut.
Kepada Al Jazeera, penduduk setempat mengatakan bahwa empat pesawat Uni Emirat Arab tiba secara ilegal di pulau itu pada hari Rabu waktu setempat. Langkah itu dilihat sebagai upaya untuk mengintimidasi para pejabat dari pemerintah yang diakui secara internasional yang melakukan kunjungan langka ke pulau itu.
Advertisement
Seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (4/5/2018), ratusan warga Yaman turun ke jalan-jalan untuk menyambut Perdana Menteri Yaman Ahmed bin Daghr dan 10 menterinya. Di lain sisi, mereka mengecam kehadiran Uni Emirat Arab di pulau itu.
Video yang beredar di media sosial menunjukkan, para pemrotes meneriakkan slogan mendukung Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi dan Yaman yang bersatu. Warga mengaku, mereka marah dengan laporan yang muncul bahwa pasukan UEA telah mengusir tentara Yaman yang ditugaskan untuk melindungi bandara utama di pulau itu.
Terletak di sebelah timur Tanduk Afrika di Laut Arab, pulau Socotra dihuni 60.000 jiwa. Pulau yang dikenal lewat flora dan faunanya yang unik itu telah dikelola Yaman selama lebih dari dua abad terakhir.
Namun, sejak UEA memasuki perang Yaman pada Maret 2015 sebagai bagian dari koalisi pimpinan Arab Saudi, Abu Dhabi dikabarkan telah mengeksploitasi kekosongan keamanan dan mencoba untuk mendapat "pijakan" di sana.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Konfirmasi UEA
UEA telah mengonfirmasi melakukan operasi militer di Socotra. Media lokal melaporkan bahwa UEA telah menyewa pulau Socotra dan satu lagi pulau di dekatnya, Abd al-Kuri, selama 99 tahun.
Bendera UEA dan gambar Putra Mahkota Mohammed bin Zayed Al Nahyan dilaporkan menghiasi bangunan-bangunan resmi dan jalan raya yang sibuk.
Menurut Human Rights Watch, Abu Dhabi telah membiayai dan melatih jaringan milisi. Mereka juga mendirikan penjara dan membentuk sebuah badan keamanan yang sejajar dengan pemerintahan Yaman.
Pada awal tahun ini, Kementerian Pariwisata Yaman memperingatkan bahwa UEA telah berusaha meyakinkan penduduk pulau itu "untuk memilih referendum menentukan nasib sendiri". Yaman melihat itu sebagai "langkah yang berbahaya".
Andreas Krieg, seorang akademisi di King College London mengatakan perkembangan terakhir di Socotra adalah bagian dari strategi yang jauh lebih besar untuk mengonsolidasikan kekuatan di Yaman Selatan.
"UEA melihat diri mereka, atau ingin menempatkan posisi mereka di masa depan, sebagai penghubung antara Timur dan Barat," ujar Krieg.
"Sangat penting bagi mereka untuk mengontrol hubungan perdagangan yang sebagian besar melalui Terusan Suez dan Selat Bab al-Mandeb antara Yaman dan Tanduk Afrika.
"Apa yang mereka lakukan adalah menemukan sebuah pulau yang terletak sangat strategis, membawa pesawat di tengah samudra Hindia dan di mana mereka dapat mengontrol lalu lintas sambil memberikan akses yang menguntungkan ke negara-negara yang terkait dengan mereka."
Advertisement