Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih betah di kisaran 13.900 per dolar Amerika Serikat (AS). Kurs referensi atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menunjukkan mata uang Garuda berada di level 13.943 per dolar AS atau menguat tipis dibanding posisi kemarin 13.965 per dolar AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, mengatakan pemerintah tidak menyiapkan strategi khusus untuk menstabilkan kurs rupiah. Menurutnya, Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral harus melakukan intervensi, apalagi penyebab pelemahan rupiah berasal dari luar negeri.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau kurs, apalagi kalau penyebabnya dari luar, yang harus maju lebih dulu BI bukan kami (pemerintah)," ujar Menko Darmin di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (4/5/2018).
Menko Darmin mengatakan, untuk menstabilkan nilai tukar mata uang Garuda, BI telah menyiapkan beberapa langkah antisipasi termasuk membuka ruang kenaikan suku bunga acuan (BI 7-day Reverse Repo Rate). Namun demikian, hal tersebut belum dapat diterapkan saat ini, sebab masih menunggu rapat dewan gubernur (RDG) BI.
"Artinya BI kan sudah ngomong, kalau perlu akan naikkan tingkat bunga, tapi kan enggak bisa dilakukan sekarang itu. Harus nunggu RDG, biarkan saja dulu," jelasnya.
Mantan Gubernur BI ini menambahkan, fluktuasi nilai tukar mayoritas disebabkan oleh faktor eksternal yang memicu persepsi pasar. Lanjutnya, pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga beberapa negara di dunia.
"Kalau seluruh dunia kena, jangan terlalu dibahas kita gimana. Dan melemahnya kan lebih kurang ya sama saja sebulan terakhir, mau negara mana pun mengalaminya. Market ini ada satu penyakitnya, yaitu taper tantrum. Kalau lagi gini, semua kemudian persepsinya macam-macam dan ambil langkah, tapi nanti setelah kejadian tidak seserius itu," tandas Darmin Nasution.
Reporter : Anggun P. Situmorang
Sumber : Merdeka.com
Rupiah Melemah, BI Buka Ruang Naikkan Suku Bunga Acuan
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo membuka peluang penyesuaian 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau suku bunga acuan jika pelemahan nilai tukar rupiah dinilai berdampak buruk terhadap stabilitas keuangan. Kurs rupiah terus melemah, bahkan sempat nyaris menembus 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Kita melihat bahwa itu tidak tertutup, terbuka kemungkinan itu. Tetapi kita meyakinkan, kalau kita perlu melakukan penyesuaian 7-day Reverse Repo Rate apabila kondisi ekonomi termasuk nilai tukar itu depresiasinya bisa mempunyai dampak buruk pada stabilitas keuangan," ujar Agus di Kantor BI, Jakarta, pada 26 April 2018.
Agus mengatakan, penyesuaian tersebut dapat terjadi apabila komponen ekonomi lainnya seperti inflasi juga mengalami kenaikan.
"Dan kalau seandainya ada dampak yang tidak kita harapkan perihal inflasi kita. Jadi itu, kalau kita membuka ruang artinya nanti kita tentu akan mengkaji secara baik dan dalam," jelasnya.
Pelemahan rupiah yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh penguatan mata uang AS terhadap hampir semua mata uang dunia (broad based). Penguatan dolar AS tersebut adalah dampak dari berlanjutnya kenaikan yield treasury AS (suku bunga obligasi negara AS) hingga mencapai 3,03 persen, tertinggi sejak 2013.
"Selain itu, depresiasi rupiah juga terkait faktor musiman permintaan valas yang meningkat pada kuartal II, antara lain untuk keperluan pembayaran utang luar negeri, pembiayaan impor, dan dividen," jelasnya.
Pelemahan nilai tukar rupiah masih terjadi hingga Kamis, 26 April 2016. Hari ini, rupiah tercatat melemah sebesar -0,88 persen. Persentase tersebut masih lebih rendah apabila dibandingkan beberapa negara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Thailand, India, dan Korea Selatan.
"Rupiah sampai 26 april 2016 terdepresiasi -0,88 persen month to date (mtd). Lebih rendah dibandingkan mata uang negara lain termasuk Thailand -1,12 persen, Malaysia -1,24 persen, Singapura -1,17 persen, Korea Selatan -1,13 persen, India -2,4 persen. Itu semua month to date," jelasnya.
Ke depan, untuk memperkuat upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dengan tetap mendorong mekanisme pasar, Bank Indonesia akan menempuh beberapa langkah-langkah. Pertama, senantiasa berada di pasar untuk memastikan tersedianya likuiditas dalam jumlah yang memadai baik valas maupun Rupiah.
"Kita juga terus memantau dengan seksama perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap ekonomi domestik. Lalu kita mempersiapkan second line of defense bersama dengan institusi eksternal terkait," tandasnya.
Reporter : Anggun P. Situmorang
Sumber : Merdeka.com
Advertisement