Liputan6.com, Tel Aviv - Amerika Serikat akan menggelar hajatan di Yerusalem pada 14 Mei 2018. Duta Besar AS untuk Israel, David Friedman, dikabarkan sudah mulai mengirimkan undangan.
Hajatan yang dimaksud tidak lain adalah peresmian Kedutaan Besar Amerika Serikat di Yerusalem. Acara akan berlangsung pada pukul 16.00 waktu setempat.
Seperti dikutip dari Middle East Monitor, Sabtu (5/5/2018), situs berita Walla yang mengutip sumber resmi pemerintah Israel menyebutkan bahwa delegasi Amerika Serikat yang terdiri dari 250 orang dijadwalkan akan menghadiri upacara peresmian kedutaan besar.
Selain itu dituliskan pula bahwa seluruh elemen pemerintah Israel akan berpartisipasi dalam menyambut para delegasi Amerika Serikat.
Baca Juga
Advertisement
Dalam laporannya Walla mengatakan, belum jelas apakah Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan hadir. Namun, situs berita itu memastikan bahwa Ivanka Trump dan suaminya yang berdarah Yahudi, Jared Kushner, masuk dalam daftar delegasi Amerika Serikat yang akan datang.
Menurut Walla, polisi Israel mulai mempersiapkan acara yang akan berlangsung di Arnona, Yerusalem. Pembangunan jalan tengah digeber untuk meningkatkan akses ke kedutaan.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat juga akan segera membangun tembok setinggi tiga meter di sekitar kedutaan baru demi meningkatkan keamanan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Israel Moshe Kahlon mengumumkan bahwa ia telah mengeluarkan perintah untuk membebaskan Kedutaan Besar Amerika Serikat dari izin pembangunan tembok, demi mempercepat penyelesaian proyek tersebut.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Hajatan Israel, Duka Palestina
Sebelumnya, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Israel berlokasi di Tel Aviv. Dan perpindahan perwakilan diplomatik ini menegaskan kebijakan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Keputusan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina, praktis "bertentangan" dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang telah berjalan selama tujuh dekade.
Selama tujuh dekade, Amerika Serikat bersama dengan hampir seluruh negara lainnya di dunia, menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sejak negara itu mendeklarasikan pendiriannya pada 1948. Sementara, menurut Donald Trump, kebijakan penolakan tersebut membawa seluruh pihak "tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel-Palestina".
Bagi Palestina, pemindahan Kedubes Amerika Serikat ke Yerusalem merupakan isu yang sangat sensitif.
Keputusan Donald Trump sekaligus telah meruntuhkan status Negeri Paman Sam sebagai mediator perdamaian, mengingat status Yerusalem sebagai ibu kota tak hanya diakui oleh Israel, namun juga Palestina.
Palestina mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka di masa depan dan hal ini mendapat dukungan dari masyarakat internasional.
Dari sisi Amerika Serikat, berdasarkan Jerusalem Embassy Act of 1995, produk hukum yang disahkan pada 23 Oktober 1995, Washington harus memindahkan kedutaan besar mereka ke Yerusalem.
Selama ini, tuntutan hukum tersebut berhasil "dihindari" sejak disahkan. Mulai dari Presiden Bill Clinton, Bush Jr, hingga Barack Obama, semuanya menolak untuk memindahkan kedutaan ke Yerusalem. Pertimbangan mereka adalah keamanan nasional AS.
Bagian dari kompleks Kedutaan Besar Amerika Serikat yang akan diresmikan di Yerusalem berada di tanah yang disengketakan antara Yerusalem Timur dan Barat. Israel mengambilalih wilayah tersebut dalam perang 1967. Oleh karena itu, kawasan tersebut dianggap wilayah pendudukan oleh PBB.
Terkait hal tersebut, Amerika Serikat bergantung pada fakta bahwa Israel dan Yordania membagi wilayah kantong yang diperebutkan tersebut secara tidak resmi.
Kelak, ketika Amerika Serikat meresmikan pembukaan kedutaan besarnya di Yerusalem, pada saat bersamaan Palestina memeringati Hari Nakba atau Hari Kehancuran. Pada hari itu, digelar peringatan tahunan atas pengusiran bangsa Palestina yang mendorong terbentuknya Israel pada tahun 1948.
Advertisement