Sikapi Tantangan Ekonomi, CSIS dan PECC Gelar Dialog

Dialog yang diikuti para ahli dan pejabat pemerintah ini membahas berbagai topik yang terkait dengan kebutuhan untuk mengambil dan mengembangkan pandangan baru dalam kerjasama dan integrasi kawasan regional Asia Pasifik.

oleh Nurmayanti diperbarui 07 Mei 2018, 20:10 WIB
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bekerja sama dengan Pacific Economic Cooperation Council (PECC) menggelar Dialog Global di Jakarta. (Dok CSIS)

Liputan6.com, Jakarta Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bekerja sama dengan Pacific Economic Cooperation Council (PECC) menggelar Dialog Global CSIS yang pertama dan Pertemuan Umum PECC ke-25 di Jakarta, pada 7-8 Mei 2018. 

Dialog yang diikuti para ahli dan pejabat pemerintah ini membahas berbagai topik yang terkait dengan kebutuhan untuk mengambil dan mengembangkan pandangan baru dalam kerjasama dan integrasi kawasan regional Asia Pasifik.

Ini agar bisa memastikan bahwa pendapatan dan mata pencarian masyarakat meningkat dalam menghadapi ketidakpastian mengenai tatanan ekonomi dunia, perubahan teknologi yang cepat dan tantangan pembangunan berkelanjutan seperti perubahan iklim dan ketidakadilan. 

Forum ini dihadiri oleh beberapa Menteri, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi.

“Pusat ekonomi dunia sekarang di Asia-Pasifik, jadi apa yang kita lakukan akan berdampak pada bagian dunia lainnya. Oleh karena itu, perlu kerjasama mengambil tindakan kolektif dan kerja sama untuk menghadapi tantangan ini, yang bukan bisnis seperti biasa,” kata Ketua Komite Nasional Indonesia untuk PECC, Mari Pangestu dalam keterangannya, Senin (7/5/2018).

Melalui dialog ini diharapkan, para peserta yang berasal dari sejumlah pakar dari lembaga international dan nasional dan pemangku kepentingan, bisa membahas berbagai platform kebijakan yang akan diperlukan untuk menjawab berbagai tantangan dan ketidakpastian yang kita hadapi. 

“Pertanyaan mendasar adalah apakah kita cukup merubah model bisnis yang ada atau perlu “model bisnis” baru, baik bagi pemerintah, bisnis, maupun dalam kerjasama regional?," tambah Mari Pangestu.

Konferensi ini akan membahas berbagai tantangan. Seperti, ketidakpastian tatanan global dalam menghadapi melemahnya dukungan terhadap sistem dan pendekatan mulitilateral, dengan sikap Amerika Serikat yang unilateral dan masalah integrasi dan kepemimpinan di sejumlah negara Eropa.

Kemudian tantangan juga lahir dari dampak tranfasmorasi teknologi artifisial inteleligence (AI) serta teknologi digital.Masalah terbesar lainnya adalah semakin tingginya kebutuhan dunia untuk menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan di berbagai bidang, perubahan iklim serta kesetaraan. Selain itu, peran dan kepemimpinan Asia Pasifik dalam memperkuat sistem ekonomi global.

 "Kita juga menyaksikan perubahan dalam tata kelola ekonomi-politik dan tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam sistem global. Perubahan dalam struktur ekonomi global, di mana kita melihat isu-isu politik dan motif yang mempengaruhi kebijakan ekonomi termasuk potensi konflik perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia yang akan mempengaruhi orang lain - terutama Asia -Pacific. ” kata Wakil Ketua Dewan Pengawas, Yayasan CSIS, Jusuf Wanandi.

Dialog ini mendapat dukungan dari berbagi pihak, termasuk anggota PECC di berbagai negara. “Para anggota PECC dari di seluruh wilayah menyambut inisiatif Indonesia untuk memulai dialog jujur ​​tentang tantangan yang kita semua hadapi”, kata Duta Besar Don Campbell, salah satu Ketua Internasional dari PECC.

"Kita perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah ini dengan cara yang jujur ​​dan terbuka yang menyatukan para pemangku kepentingan dari berbagai bagian masyarakat kita," katanya.

 Tonton Video Ini:

 


Bahan Dialog

Dialog ini akan berlangsung dalam beberapa sesi. Seperti Pembahasan mengenai kebutuhan akan tatanan baru antara lain terkait dengan isu globalisasi yang berlangsung selama ini, serta ketimpangan ekonomi yang dihadapi oleh berbagai negara.

Sejumlah survei menyebutkan, pertumbuhan pesat di negara Asia Pasifik telah secara signifikan berkontribusi terhadap pengurangan kemiskinan. Namun, laju pertumbuhan ini juga disertai dengan peningkatan ketimpangan pendapatan.

Sejumlah negara di kawasan ini, termasuk Indonesia perlu bekerja keras untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dengan mewujudkan pertumbuhan ekonomi inklusif. Kebijakan ekonomi harus bis menjamin setiap pemangku kepentingan mendapat kesempatan dan peluang yang sama terhadap layanan dan sumber daya.

Untuk itu dikatakan para pemimpin dan pengambil kebijakan harus mempunyai komitmen yang kuat untuk memberi ruang berkembangnya kegiatan ekonomi inklusif di berbagai sektor.

Dalam hal ini, isu ketidaksetaraan, kemiskinan, lapangan kerja, pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM), integrasi ekonomi menjadi sangat signfikan dan relevan untuk menjadi perhatian utama pengambil kebijakan.

Pengembangan UKM telah mendapat perhatian besar dalam pertemuan APEC di Vietnam pada 2017 lalu, karena sektor ini diyakini mempunyai peran besar dalam menghadapi pelemahan ekonomi global. UKM bisa memberikan kontribusi besar terhadap lapangan kerja.

Berdasarkan laporan Bank Pembangunan Asia (ADB), rata-rata UKM memberikan kontribusi 62 persen pada lapangan kerja dengan populasi sekitar 96 persendari total perusahaan di 20 negara kawasan Asia Pasifik.

Terkait dengan kemajuan teknologi, dialog antara lain akan membahas perkembangan pesat ekonomi digital dan kebangkitan revolusi industri keempat (industry 4.0) yang menawarkan peluang dan tantangan bagi ekonomi global. Perkembangani digital dan industry 4.0 telah mengganggu model bisnis tradisional, menciptakan tantangan baru di pasar tenaga kerja dan menuntut kelincahan pemerintah untuk merespon.

Trends otomasi, industri 4.0, platform digital, dan inovasi telah mengubah sifat dasar pekerjaan dan pekerjaan masa depan. Teknologi ini cenderung mengubah tugas yang dilakukan oleh pekerja.

Meskipun ini akan menciptakan jenis pekerjaan dan peluang baru, tapi juga akan berdampak pada jenis pekerjaan yang paling mudah diotomatisasi yaitu pekerjaan yang sering dilakukan oleh pekerja dengan keterampilan rendah.

"Tantangannya adalah bagaimana mempersiapkan masyarakat dalam menjalani transisi dari ekonomi analog ke ekonomi digital agar berlangsung tanpa gejolak agar tidak ada orang yang merasa tidak punya keterampilan dalam menghadapi era ekonomi ke depan. Ini memerlukan kebijakan yang tepat baik pada tingkat nasional maupun kerjasama pada tingkat regional dan global," Mari menandaskan.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya