Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia naik untuk hari keempat berturut-turut, mencapai tingkat yang tidak terlihat sejak akhir 2014. Kenaikan ini didorong masalah terbaru yang terjadi pada perusahaan minyak Venezuela PDVSA dan kemungkinan bahwa Amerika Serikat dapat kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran.
Melansir laman Reuters, Selasa (8/5/2018), harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 1,01, atau 1,5 persen menjadi USD 70,73 per barel. Ini adalah pertama kalinya sejak November 2014, WTI naik di atas USD 70. Minyak mentah brent berjangka melonjak USD 1,30, atau 1,7 persen, untuk menetap di USD 76,17 per barel.
Advertisement
Harga minyak pada perdagangan kali ini, antara lain dipicu perusahaan minyak AS, ConocoPhillips, pindah untuk mengambil aset di Karibia dari PDVSA yang kini dikelola negara untuk menegakkan putusan arbitrase senilai USD 2 miliar.
"Jika ConocoPhillips berhasil, maka itu akan membatasi pendapatan yang akan dimiliki PDVSA dan memberi mereka lebih banyak masalah terkait pembayaran tagihan dan biaya memproduksi minyak," kata Gene McGillian, Manajer Riset Pasar di Tradition di Stamford.
Secara keseluruhan, tindakan perusahaan tersebut akan memengaruhi sekitar 400 ribu barel per hari (bpd) stok minyak yang biasanya dikirim dari tiga lokasi. Angka ini merupakan sekitar sepertiga dari ekspornya.
Pada kuartal pertama, PDVSA mengekspor 1,19 juta bpd minyak mentah dari terminalnya di Venezuela dan Karibia, turun 29 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menurut data Thomson Reuters. Produksi minyak Venezuela telah terbagi dua sejak awal 2000-an.
Sanksi Iran
Hal lain yang mempengaruhi harga minyak juga soal Presiden AS Donald Trump mengatakan keputusan apakah akan tetap dalam kesepakatan nuklir Iran atau untuk menjatuhkan sanksi akan diumumkan pada jam 2:00 siang selasa ini. Ini empat hari lebih awal dari yang diharapkan.
"Saya pikir itu adalah tanda bahwa dia berencana untuk menerapkan kembali sanksi, dan satu-satunya pertanyaan untuk pasar minyak adalah seberapa cepat," kata Joe McMonigle, Analis Energi di Hedgeye Research.
"Saya pikir mereka akan secepat mungkin mencoba menerapkan sanksi."
Perjanjian tersebut memiliki klausul penyelesaian sengketa yang memberikan setidaknya 35 hari untuk mempertimbangkan klaim bahwa pihak mana pun telah melanggar ketentuannya. Itu bisa diperpanjang jika semua pihak setuju.
Jika Trump memulihkan sanksi kembali kepada Iran, berdasarkan undang-undang AS, ia harus menunggu setidaknya 180 hari sebelum menerapkan langkah barunya: menargetkan bank-bank negara yang gagal memotong pembelian minyak Iran secara signifikan.
Analis di RBC Capital Markets mengatakan ekspor Iran dapat dipangkas sebesar 200 ribu hingga 300 ribu akibat sanksi ini. Para pejabat Iran, mengatakan bahwa industri minyak negaranya akan terus berkembang bahkan jika Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan itu.
Advertisement