Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Bupati dan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Mustafa dan Taufik Rahman melakukan suap kepada anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah periode 2014-2019.
Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, JPU mengatakan, suap diberikan senilai Rp 9,695 miliar agar DPRD Lampung Tengah menyetujui rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) Persero, sebesar Rp 300 miliar pada Tahun Anggaran 2018.
Advertisement
Adapun penerima suap yaitu Wakil Ketua DPRD Natalis Sinaga dan Rusliyanto, dan anggota DPRD yakni Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri, Bunyana, dan Zainuddi.
"Menandatangani surat pernyataan kesediaan pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk dilakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBU) Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar," ujar JPU KPK dalam sidang, Senin, 7 Mei kemarin.
Jaksa mengatakan, pinjaman tersebut untuk pembangunan infrastruktur ruas jalan dan jembatan.
Mustafa sebagai Bupati mengusulkan Taufik selaku Kadis Bina Marga, bersama Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Madani, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Abdul Haq, dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan I.G Suryana, membahas rencana penggunaan dana dan menyiapkan usulan jalan dan jembatan menjadi prioritas di Kabupaten Lampung Tengah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harus Persetujuan DPRD
Kemudian terdakwa beberapa kali berkoordinasi dengan pihak PT SMI selama Juni sampai November 2017. Berdasarkan studi kelayakan, PT SMI menyutujui pinjaman tersebut, yang akan digunakan untuk pembangunan dan peningkatan sembilan ruas jalan dan satu jembatan dengan total biaya sebesar Rp 300 miliar.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 rencana peminjaman tersebut harus mendapatkan persetujuan DPRD dan meminta pertimbangan Kementerian Dalam Negeri.
"Kemendagri menyatakan belum dapat memberikan pertimbangan karena Pemkab Lampung Tengah belum melengkapi persyaratan, berupa dokumen Persetujuan DPRD, Rancangan APBD TA 2018, dan Laporan Keuangan Pemda TA 2016," ucap jaksa.
Lantas, Mustafa bersama Madani membuat pertemuan dengan pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah, yakni Natalis Sinaga, Riagus Ria, Joni Hardito, M Ghofur, Rade Sugiri, dan Zainuddin, di Hotel Sheraton Bandara Soekarno Hatta, 25 Oktober 2017.
"Pada pertemuan itu Mustafa menyampaikan keinginannya agar usulan pinjaman daerah yang diajukan kepada DPRD Lampung Tengah dapat disetujui," jelas jaksa.
Dalam rapat pembahasan RAPBD, 31 Oktober 2017, hanya Fraksi PKS menyetujui pinjaman daerah tersebut masuk dalam RAPBD Tahun Anggaran 2018.
Lantas, Mustafa menemui Natalis Sinaga dari Fraksi PDIP agar mempengaruhi anggota DPRD dari Fraksi Gerinda dan Demokrat untuk menyetujui usulan tersebut ke dalam RAPBD. Natalis pun meminta menyiapkan uang Rp 5 miliar.
Kemudian Mustafa meminta terdakwa memenuhi permintaan Natalis. Malahan, terdakwa diminta tambahan oleh Natalis sebesar Rp 3 miliar. Terdakwa selanjutnya diutus Mustafa mengumpulkan rekanan proyek terkait permintaan uang servis (fee).
Simon Susilo dan Budi Winarto merupakan rekanan yang menyetujui adanya permintaan uang servis, dengan syarat meminta proyek dalam jumlah besar.
Simon meminta proyek senilai Rp 67 miliar dengan uang servis Rp 6,5 miliar. Sementara, Budi meminta proyek Rp 40 miliar dengan uang servis Rp 5 miliar.
Advertisement
Kumpulkan Uang
Kemudian anak buah terdakwa Rusmaldi mengumpulkan uang Rp 12,5 miliar dan diserahkan bertahap kepada Natalis sebesar Rp 2 miliar, dengan rincian, Rp 1 miliar untuk Natalis dan sisanya untuk Iwan Rinaldo Syarif selaku Plt Ketua DPC Partai Demokrat Lampung Tengah.
Lalu, diberikan uang kepada Ketua Fraksi PDIP, Raden Zugiri Rp 1,5 miliar, anggota DPRD, Bunyana Rp 2 miliar, Ketua Fraksi Gerindra Zainuddin Rp 1,5 miliar, serta Ketua DPRD Achmad Junaidi Rp 1,2 miliar.
"Setelah adanya pemberian uang dengan jumlah keseluruhan Rp 8,695 miliar, pimpinan DPRD Lampung Tengah memberikan persetujuan Rencana pinjaman daerah Pemkab Lampung Tengah kepada PT SMI," kata jaksa penuntut umum.
APBD 2018 pun disahkan. Pemkab mengajukan permohonan pinjaman ke PT SMI Rp 300 miliar, namun disebut persyaratan masih kurang, yaitu surat pernyataan kepala daerah yang disetujui pimpinan DPRD mengenai kesediaan pemotongan DAU dan DBH secara langsung apabila terjadi gagal bayar.
Mustafa kembali melakukan lobi-lobi kepada Natalis agar mendapatkan persetujuan. Natalis lalu meminta lagi uang Rp 2,5 miliar agar syarat dipenuhi.
Karena uang rekanan sebelumnya habis, Mustafa lalu meminta kepada terdakwa agar rekanan yang belum melunasi, komitmen uang servis (fee) segera membayarkan. Lalu, Miftahullah Maharano Agung selaku rekanan disasar karena kurang bayar Rp 900 juta dan disanggupinya.
Atas perbuatannya terdakwa dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 54 ayat 1 KUHPidana.
Atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.