Liputan6.com, Jakarta Pelemahan nilai tukar rupiah diprediksi akan terus berlanjut hingga akhir Mei 2018. Bahkan masih terbuka peluang rupiah terdepresiasi hingga 14.000-14.200 per dolar Amerika Serikat (AS).
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat kurs rupiah melemah.
Advertisement
Pertama, para investor melakukan spekulasi terkait prediksi kenaikan suku bunga Bank Central Amerika Serikat (AS) pada rapat FOMC Juni mendatang. Hal ini juga setelah pengumuman data pengangguran AS sebesar 3,9 persen terendah bahkan sebelum krisis 2008.
"Spekulasi ini membuat capital outflow di pasar modal mencapai Rp 11,3 triliun dalam 1 bulan terakhir. Spekulasi pasar jelang rapat Fed membuat sentimen investasi di negara berkembang khususnya Indonesia menurun," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Kedua, investor juga bereaksi negatif terhadap rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2018 yang hanya mencapai 5,06 persen. Hal ini disebabkan konsumsi rumah tangga masih melemah terbukti dari penjualan mobil pribadi yang anjlok -2,8 persen di kuartal I 2018 dan data penjualan ritel yang turun.
"Sentimen ini membuat pasar cenderung pesimis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi tahun 2018 yang ditarget tumbuh 5,4 persen," ungkap dia.
Ketiga, harga minyak mentah terus meningkat hingga USD 74-USD 75 per barel akibat perang di Suriah dan ketidakpastian Perang Dagang AS-China.
Hal ini membuat inflasi jelang Ramadan semakin meningkat karena harga BBM nonsubsidi seperti Pertalite dan Pertamax menyesuaikan mekanisme pasar.
"Inflasi dari pangan juga perlu diwaspadai karena harga bawang merah naik cukup tinggi dalam satu bulan terakhir," kata dia.
Keempat, permintaan dolar AS diperkirakan naik pada kuartal II 2018 karena emiten secara musiman membagikan dividen. Investor di pasar saham sebagian besar merupakan investor asing, sehingga mengonversi hasil dividen rupiah ke dalam mata uang dolar.
Kelima, Importir lebih banyak memegang dolar untuk kebutuhan impor bahan baku dan barang konsumsi jelang Lebaran. Perusahaan juga meningkatkan pembelian dolar untuk pelunasan utang luar negeri jangka pendek.
"Lebih baik beli sekarang sebelum dolar semakin mahal. Ada efek antisipasi penambahan cuti Lebaran terhadap perilaku pengusaha yang borong dolar di pasar. Meskipun dampaknya kemungkinan kecil ke fluktuasi kurs," dia menjelaskan.
Keenam, defisit transaksi berjalan tahun ini semakin melebar diperkirakan hingga 2,1 persen terhadap PDB. "Selain karena keluarnya modal asing juga karena defisit neraca perdagangan yang diperkirakan akan kembali terjadi jelang Lebaran karena impor barang konsumsinya naik," tutur dia.
Tonton Video Ini:
Bos GarudaFood: Gejolak Rupiah Bikin Orang RI Irit Belanja
Nilai tukar rupiah di pasar spot tenggelam menembus level 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin (7/5/2018). Posisi ini terendah sejak Desember 2015.
Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), mata uang garuda bergerak Rp 13.956 per dolar AS.
Pendiri GarudaFood Sudhamek AWS mengungkapkan, konsumsi rumah tangga atau pasar mulai lesu pada minggu keempat April 2018. Penyebab apa lagi kalau bukan fluktuasi nilai tukar rupiah.
Baca Juga
"Awal Januari sampai minggu ketiga April, (konsumsi) masih bagus. Pasar mulai agak lesu di minggu keempat April. Tampaknya itu terkait dengan gejolak nilai tukar," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Menurut Sudhamek AWS, masyarakat Indonesia cenderung menahan pengeluaran atau belanja akibat pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
"Ada kecenderungan untuk menahan pengeluaran. Ini terkait konfiden level sehubungan dengan gonjang-ganjing nilai tukar dolar AS," anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu menerangkan.
Dia berharap kepada pemerintah untuk membangun komunikasi dengan masyarakat yang lebih intensif dan efektif. Salah satunya dengan mendengungkan hal-hal positif.
"Ini kan berkaitan dengan level konfiden, maka persepsi harus di-manage. Saya kira pemerintah harus membangun komunikasi dengan masyarakat, hal-hal positif diterompetkan, pekerjaan rumah perlu meningkatkan fungsinya," tutur Sudhamek.
Dirinya menyebut, kontribusi Lebaran akan mengerek pertumbuhan konsumsi sebesar 30 persen. Persentase itu diakui Sudhamek sudah terjadi sejak Februari dan Maret 2018.
"Asian Games juga harus terus dipromosikan sehingga bisa menggairahkan permintaan. Olahraga adalah momentum di mana kita biasanya bisa bersatu dan optimisme meningkat," orang terkaya di Indonesia urutan ke-38 versi Forbes 2017 itu menjelaskan.
Advertisement