Liputan6.com, Jakarta - Layanan streaming musik milik Tencent, Joox, genap berusia tiga tahun pada Januari 2018. Sejauh ini, Joox mengklaim kehadirannya di tujuh negara cukup sukses, termasuk di Indonesia.
Joox mengklaim merupakan aplikasi streaming musik yang paling banyak diunduh di Hong Kong, Indonesia, Malaysia dan Thailand. Selain empat negara itu, Joox juga telah melebarkan sayapnya ke Makau, Thailand dan Afrika Selatan.
International Business Vice President Tencent, Poshu Yeung, mengatakan salah satu kunci keberhasilan Joox yakni berkomitmen memperkuat konten lokal. Di Indonesia, Joox menjalin banyak kerja sama, termasuk dengan artis dan content creator.
Baca Juga
Advertisement
“Kita sudah tiga tahun di Indonesia dan mengalami pertumbuhan yang baik. Kami memiliki pengguna yang cukup besar sekarang, bahkan bisa dibilang kami sedikit berada di depan Spotify dan kami senang dengan hal itu,” ungkap Poshu dalm sesi wawancara dengan sejumlah media di Jakarta, Senin (8/5/2018).
Poshu sadar Joox bukan satu-satunya pemain di industri musik online. Namun, jika dibandingkan dengan salah satu kompetitornya, Spotify, Joox diklaim lebih kaya konten.
Joox tidak hanya sekedar layanan streaming musik, tapi juga memiliki berbagai konten lain yang dinilai tak kalah menarik, seperti fitur Karaoke dan Live yang berisi beragam video, termasuk program yang diproduksi sendiri.
Oleh sebab itu, Poshu mengungkapkan Joox akan lebih localized, dalam artian membuat produk atau layanannya lebih sesuai untuk target pasarnya, termasuk Indonesia.
Untuk tahun ini sendiri, Joox akan bekerja sama dengan lebih banyak label lokal, termasuk musisi indie, serta menggelar tur ke sekolah-sekolah untuk lebih mengenalkan Joox.
Joox pun saat ini tengah mencoba menyiapkan berbagai macam konten untuk memperkuat layanannya.
“Ini adalah bisnis konten, jadi apa yang kami lakukan adalah memperdalam konten lokal dan kami juga punya tim hebat di sini. Kami mencoba bekerja lebih dekat dengan label lokal dan pihak lainnya untuk membuat lebih banyak konten yang sesuai. Seiring waktu, kalian akan lihat lebih banyak varian konten, dan kami juga berusaha menjadi lebih sosial,” tuturnya.
Tantangan Ekspansi di Indonesia
Saat ini di Indonesia, bisa dikatakan Joox dan Spotify termasuk dua layanan streaming populer.
Kendati Joox mengklaim sebagai aplikasi streaming musik yang paling banyak diunduh di Indonesia, Spotify justru tetap menjadi pesaing kuat.
Spotify memulai debut lebih dahulu dibandingkan Joox dan telah tersedia di lebih banyak negara. Layanan asal Swedia itu dirilis sejak Oktober 2008 dan mendominasi pasar streaming musik dengan total 170 juta pengguna, dengan 75 juta di antaranya pelanggan berbayar.
Sepak terjang Spotify tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Oleh sebab itu, Joox berkomitmen terus memperkuat layanannya, terutama dengan memperkuat dan menambah konten yang sesuai dan dibutuhkan oleh para pengguna di Indonesia.
Komitmennya di pasar Indonesia juga dikuatkan dengan kehadiran timnya dengan kantor di Jakarta.
Tantangan lain untuk ekspansi di Indonesia adalah meyakinkan lebih banyak pengguna untuk mendengarkan musik digital. Pasalnya, bajakan masih menjadi masalah penting di Indonesia.
Kualitas musik pun akan menjadi kunci penting untuk menjaring lebih banyak pengguna. “Bajakan masih menjadi masalah di sini, tapi kan kualitas musiknya tidak sama dengan punya kami. Kami memiliki kualitas musik yang bagus, jadi langkah selanjutnya adalah bagaimana kami meyakinkan lebih banyak pengguna untuk mendengarkan musik digital,” ungkap Poshu.
Terlepas dari deretan tantangan, Poshu optimistis Joox masih memiliki peluang besar untuk tumbuh. Joox pun akan berusaha untuk menjadi salah satu aplikasi yang paling sering digunakan di Indonesia.
“Masih ada pertumbuhan di sini, saya tidak khawatir soal itu, tapi bagaimana membuat para pengguna lebih aktif, itu lebih penting,” sambungnya.
Advertisement
Tidak Bergantung Iklan Hasilkan Uang
Sama seperti layanan online lain, iklan merupakan salah satu sumber pendapatan Joox. Namun, Tencent dan Joox tidak ingin bergantung pada cara tersebut.
“Kami ingin coba banyak hal, karena kami tidak ingin bergantung pada iklan untuk menghasilkan uang, itu bukan budaya Tencent. Iklan memang tidak apa-apa, tapi kalau ada cara lain, kenapa tidak?,” jelas Poshu.
Pengguna yang menggunakan layanan online gratis, biasanya disuguhi oleh iklan. Joox sendiri fokus pada iklan banner, splash dan berbagai metode iklan lainnya.
Rivalnya, Spotify, lebih memilih iklan audio yang muncul saat pengguna sedang mendengarkan musik.
Untuk mendapatkan layanan bebas iklan, pengguna Joox, Spotify dan layanan online gratis lainnya harus mengeluarkan uang agar menjadi pelanggan premium. Sayangnya, jumlah pelanggan berbayar Joox saat ini belum begitu besar.
Menurut Poshu, mengeluarkan uang untuk mendengarkan musik adalah hal yang baru, sehingga tidak begitu mengherankan angkanya belum besar, termasuk di Indonesia. Joox pun akan berusaha mencari cara lain, karena saat ini belum bisa bergantung pada pelanggan berbayar.
Poshu menilai jalan Joox masih panjang, mengingat umurnya baru menginjak tiga tahun. Masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan pengguna, hingga memperkuat konten.
Untuk saat ini, Joox lebih memilih fokus pada pengalaman pengguna dan menghadirkan lebih banyak konten. Seiring waktu, Poshu yakin Joox akan mampu seperti para pendahulunya, termasuk Facebook yang baru bisa benar-benar "menghasilkan uang" setelah 6-8 tahun.
“Kami juga ingin memberitahu kepada para mitra kami kalau kami juga mampu monetize, tapi untuk saat ini yang lebih penting adalah pengalaman pengguna,” ungkapnya.
(Din/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: