Wakapolri Ancam Copot Kapolda bila Preman Pemalak Sopir Sembako Berkeliaran

Sebelumnya, puluhan sopir truk mengeluh ke Jokowi soal aksi premanisme yang mengancam mereka.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Mei 2018, 20:00 WIB
Wakapolri Komjen Pol Syafruddin membacakan amanat Kapolri usai menyematkan Satya Lencana Bhakti Buana di Mabes Polri, Jakarta (31/1). 200 polisi mendapatkan bintang kehormatan dari Presiden Joko Widodo. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Wakapolri Komjen Pol Syafruddin mengatakan, selama bulan suci Ramadan tak ada lagi miras oplosan, tawuran warga, dan premanisme. Bulan suci Ramadan diperkirakan jatuh pada Kamis 17 Mei.

"Untuk Ramadan saya ultimatum tidak ada lagi miras oplosan ya, kemudian tawuran tidak boleh, kemudian satu lagi pengangkutan sembako jangan ada lagi premanisme-premanisme yang ganggu angkutan sembako itu banyak," kata Syafruddin di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Selasa (8/5/2018).

Untuk menghindari aksi premanisme di jalan, pihaknya akan membangun atau mendirikan beberapa pos-pos penjagaan. Pos penjagaan tersebut nantinya akan dibangun seperti di jalan lintas Sumatera bagian timur dan juga lintas Jawa.

"Tadi saya mendampingi Presiden (Jokowi) menerima itu, Masudar yang jalan kaki karena dia enggak tahan dikerjain sama preman-preman sepanjang jalan, dipalak-palak, tidak boleh ya," ujarnya.

Dirinya pun menegaskan, pihaknya akan menempatkan petugas khusus di jalur-jalur tersebut. Apabila nantinya masih ada aksi premanisme, dirinya akan mencopot Kapolda hingga Kapolsek di wilayah tersebut.

"Kita akan menempatkan petugas khusus untuk melakukan tindakan kepada mereka. (Untuk sanksi buat Kapolda hingga Kapolsek) Kita ganti (Kalau masih ada seperti itu)," tandas Syafruddin.

 


Curhat Sopir Truk

Wakapolri Komjen Pol. Syafruddin memberikan keterangan pers saat berkunjung ke Ponpes Buntet di Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat, Jumat (25/11). Wakapolri meminta para Kiayi menjaga keutuhan NKRI. (Foto : Polri)

Agus Yuda, pengemudi truk asal Sidoarjo, berjalan kaki selama 26 hari demi bertemu Presiden Jokowi. Bukan untuk mencari sensasi, dia melakukan aksi itu untuk menyampaikan aspirasi pengemudi truk.

"Saya melakukan jalan kaki itu bukan hanya mencari sensasi saja, tapi ada maksud dan tujuannya. Harapan khususnya transportasi angkutan darat bisa sehat," ungkap Agus di Istana Negara, Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Sopir truk itu mengaku kerap menjadi korban aksi premanisme dan pungli oleh oknum polisi dan Dinas Perhubungan. Tak jarang, dirinya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 100 ribu saat bertemu oknum tersebut.

"Yang paling besar jumlah punglinya oknum polisi ketimbang oknum Dinas Perhubungan. Mereka (oknum polisi) minta mulai Rp 30 ribu sampai Rp 100 ribu sekali melintas," Agus membeberkan.

Menurut Agus, premanisme dan pungli yang diterima pengemudi truk sudah dilaporkan ke polsek atau polres setempat. Namun, semua laporan itu tidak ditindaklanjuti.

"Kita bingung dengan adanya pungli dan premanisme, bingung laporannya ke mana. Polsek, Polres hanya laporan saja, tapi tindak lanjut tidak ada," ujarnya.

Agus berjalan kaki dari Mojokerto, Jawa Timur, menuju Jakarta sejak 4 Mei 2018. Dia baru sampai di Jakarta pada 8 April 2018. Hingga bertemu Jokowi pada Selasa (8/5/2018).

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya