Dampak AS Keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran terhadap Harga Minyak

Presiden AS Donald Trump memutuskan keluar dari kesepakatan nuklir Iran. Lalu bagaimana dampaknya ke harga minyak?

oleh Agustina Melani diperbarui 09 Mei 2018, 11:00 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memilih waktu tak pasti untuk menindak Iran, produsen minyak terbesar kelima di dunia. Trump memutuskan keluar dari kesepakatan nuklir Iran dan menjatuhkan sanksi “kuat” terhadap negara OPEC.

Di sisi lain, pasokan minyak global sudah semakin ketat sebelum Trump ambil keputusan. Mengutip laman CNN Money, Rabu (9/5/2018), pelaku usaha di industri energi mengatakan sikap keras Trump terhadap Iran mungkin akan menjaga harga minyak dan bensin lebih tinggi dari pada yang seharusnya.

Iran meningkatkan produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari usai sanksi dicabut pada awal 2016. Setidaknya pasokan itu sudah ditarik dari pasar pada saat harga minyak sudah naik karena pemotongan produksi oleh OPEC dan Rusia. Hal ini ditambah ketidakstabilan di Venezuela.

CEO Canary LLC, perusahaan jasa ladang minyak, Dan Eberhart, menuturkan bahwa penarikan dari kesepakatan nuklir Iran akan dukung harga minyak lebih tinggi. Harga minyak melonjak dalam beberapa pekan terakhir karena pelaku pasar mengantisipasi langkah Trump.

Harga minyak menembus USD 70 per barel pada pekan ini untuk pertama kali dalam hampir empat tahun. Beberapa jam sebelum pengumuman Trump, pemerintahan federal perkirakan harga minyak akan menjadi rata-rata USD 65,58 per barel.

Harga minyak turun lebih dari 1 persen pada Selasa waktu setempat. Namun, penurunan terpangkas usai Trump menegaskan akan mundur dari kesepakatan Iran.

Mengutip Reuters, pada Rabu, 9 Mei 2018, harga minyak mentah AS naik USD 1,67 ke level USD 69,06 per barel dan harga minyak Brent yang merupakan patokan dunia naik USD 1,32 ke level USD 74,85 per barel.

Pada perdagangan sebelumnya, harga minyak terus tertekan karena adanya sedikit keraguan di pasar apakah Presiden Trump akan menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran seperti yang diharapkan.

Usai Presiden Trump menyatakan bahwa AS tetap memberikan sanksi ekonomi terhadap Iran, harga minyak kembali berubah ke zona positif.

"Pengumuman Trump telah ditunggu-tunggu pasar selama ini, maka kami melihat dengan adanya kepastian tersebut memberikan udara segar sehingga harga minyak naik," jelas Direktur Riset ClipperData, Matt Smith.

Tidak ada yang tahu seberapa tinggi harga bahan bakar minyak. Namun, ada sejumlah faktor yang akan pengaruhi termasuk berapa banyak minyak mentah Iran yang akan dibatasi sebagai sanksi, dan apakah produsen besar lainnya seperti Amerika Serikat (AS) akan mengisi kekosongan pasokan minyak tersebut.

Selain itu, hal lain yang jadi pertanyaan apakah ketegangan di Timur Tengah semakin meningkat setelah AS meninggalkan kesepakatan Iran? Ketakutan geopolitik meningkat di Timur Tengah sering menaikkan harga minyak.

“Geopolitik tenang dalam tiga hingga empat tahun yang berdampak pada harga minyak berakhir,” ujar Eberhart Canary.


Selanjutnya

Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Iran memproduksi sekitar 3,8 juta barel minyak per hari pada April. Hal itu berdasarkan data survei OPEC. Produksi itu naik dari 2,9 juta barel per hari pada Januari 2016 ketika kesepakatan nuklir mulai berlaku.

Sebagian besar analis percaya setidaknya beberapa negara akan mengabaikan sanksi baru AS dan terus membeli minyak mentah Iran. China, pelanggan terbesar Iran, mungkin enggan untuk berhenti membeli minyak dari Iran. Ini karena ketegangan hubungan perdagangan antara China dan AS.

"Satu-satunya cara penjualan minyak mentah Iran dapat terganggu adalah jika pembeli Eropa dan Asia kembali kepada kebijakan embargo sebelum 2015, dan hampir tidak ada kesempatan itu,” ujar analis energi Pavel Mochanov, Raymond James.

Gertakan sanksi kembali pada Iran akan berdampak langsung pada minyak Iran sekitar 200 ribu barel per hari. Adapun produsen besar lainnya dapat isi kekosongan yang ditinggalkan Iran.

Salah satunya, Arab Saudi yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksi. Namun, para analis mengatakan Arab Saudi ingin menjaga harga minyak naik jelang penawaran saham perdana perusahaan milik negara Saudi Aramco.

Sementara itu, produksi minyak di AS naik berkat revolusi shale oil. The Energy Information Administration meningkatkan produksi domestik menjadi 11,9 juta barel per hari pada 2019. "Sangat mungkin bahwa lonjakan produksi serpih AS dengan mudah dapat isi yang ditinggalkan oleh Iran," ujar Eberhart.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya