Liputan6.com, Kuala Lumpur - Jutaan pemilih di Malaysia pada hari ini menggunakan suara untuk menentukan siapa kelak pemimpin mereka. Akankah petahana, Najib Razak (64), kembali berkuasa atau ia akan dikalahkan oleh mantan mentornya, Mahathir Mohamad (92), yang pernah memimpin Malaysia selama 22 tahun.
Mahathir Mohamad maju dari kubu oposisi Pakatan Harapan, sementara Najib Razak masih didukung oleh koalisi Barisan Nasional.
Para kritikus telah menyuarakan kekhawatiran akan pemilu Malaysia yang tidak bebas dan tidak adil.
Dalam sejarah Negeri Jiran, kemenangan oposisi belum pernah terjadi. Selama 61 tahun, negara itu dipimpin oleh Barisan Nasional. Demikian seperti dilansir BBC, Rabu (9/5/2018).
Sejak kemerdekaan, politik Malaysia telah didominasi oleh koalisi Barisan Nasional dan partai utamanya, United Malays National Organization (UMNO).
Namun, koalisi Barisan Nasional yang dulu kokoh, kini dikabarkan mengalami penurunan popularitas.
Baca Juga
Advertisement
Dalam pemilu terakhir, pada tahun 2013, oposisi meraih keuntungan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni memenangkan suara populer. Meski demikian, tetap saja mereka gagal memenangkan kursi yang cukup untuk membentuk pemerintahan.
Dan dalam sebuah peristiwa dramatis, pemimpin oposisi kala itu, Anwar Ibrahim dijatuhi hukuman lima tahun penjara atas tuduhan sodomi. Anwar Ibrahim menuding tindakan itu merupakan bagian dari kampanye politik.
Mahathir Mohamad meninggalkan Barisan Nasional pada tahun 2016. Kala itu, ia menyatakan "malu" dikaitkan dengan sebuah partai "yang terlihat sebagai pendukung korupsi".
Adapun Najib Razak saat ini berada di pusaran skandal 1MDB. Ia dituding mengantongi sekitar US$ 700 juta dari 1Malaysian Development Berhad, dana investasi negara. Najib Razak membantah tuduhan tersebut.
Dugaan korupsi yang dituduhkan pada Najib Razak tengah diselidiki oleh sejumlah negara. Dan di negerinya, ia disebut-sebut berusaha melemahkan penyelidikan, dengan memecat sejumlah pejabat kunci.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Menjegal Oposisi?
Pemerintah Nazib Razak belum lama ini mengesahkan undang-undang yang menetapkan batas-batas pemilu, yang mengarah pada tuduhan bahwa terjadi manipulasi yang menguntungkan petahana.
Pada hari-hari sebelum jajak pendapat, kelompok reformasi pemilu Bersih 2.0 menuduh Komisi Pemilihan (EC) melakukan sejumlah "kejahatan pemilu" termasuk penyimpangan dalam pemilihan tempat pemungutan suara dan gagal untuk menghapus orang yang sudah meninggal dari daftar pemilih.
Undang-undang berita palsu yang kontroversial juga baru-baru ini diperkenalkan, yang menurut para kritikus dapat digunakan oleh pihak berwenang untuk meredam perbedaan pendapat.
Mahathir Mohamad sendiri tengah diselidiki berdasarkan undang-undang tersebut pasca-menyatakan bahwa pesawatnya telah disabotase.
Pemerintah Malaysia telah bersikeras pemilu akan berlangsung secara bebas dan adil. Najib Razak mengatakan bahwa Komisi Pemilu bertindak "untuk kebaikan semua".
Rakyat Malaysia akan memilih 222 anggota parlemen serta anggota dewan negara di 12 dari 13 negara bagian.
Malaysia menggunakan sistem pemilu pertama di masa lalu pasca pemilu, di mana partai yang mendapatkan kursi terbanyak di parlemen menang sekalipun tidak memenangkan suara populer.
Advertisement