Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) kembali meremajakan perkebunan sawit rakyat Indonesia. Provinsi Riau menjadi lokasi ketiga program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) setelah sebelumnya dilaksanakan di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara pada 2017.
Target peremajaan kebun sawit rakyat di Riau ini mencakup area seluas 25.423 hektare (ha) pada 2018. Luasan itu tersebar di delapan kabupaten, yaitu Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, Siak, Pelalawan, Kuantan Sengingi, Indragiri Hulu, dan Bengkalis.
Baca Juga
Advertisement
Presiden Jokowi menegaskan pentingnya peremajaan kelapa sawit yang merupakan komoditas strategis bagi Indonesia.
“Total target PSR seluruh Indonesia pada 2018 seluas 185 ribu ha. Kita harus kerja keras untuk menjadi yang terdepan dalam pengelolaan, termasuk dalam peremajaan seperti ini,” ucap Jokowi dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menerangkan, total luas lahan perkebunan sawit rakyat di Riau mencapai 1,58 juta ha. Pada umumnya, kebun tersebut merupakan kebun tua yang penanamannya dilakukan pada sekitar tahun 1980-an melalui program Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi (PIR-Trans).
“Akibatnya, produktivitas sawit rakyat di Riau rendah dan masyarakat tidak dapat menikmati hasil yang baik. Oleh karena itu, peremajaan ini sudah sangat mendesak untuk dilakukan,” ujar Darmin.
Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu juga menjelaskan, sekitar 5,61 juta ha lahan perkebunan kelapa sawit rakyat di seluruh Indonesia memiliki produktivitas di bawah 10 ton tandan buah segar (TBS) per ha per tahun. Selain karena umur tanaman yang sudah lebih dari 25 tahun, rendahnya produktivitas tersebut disebabkan persoalan kualitas benih pada masa dahulu.
“Tugas besar untuk meremajakan kelapa sawit seluas 5,61 juta ha ini harus dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat,” tegas Darmin.
Selanjutnya
PSR diawali dengan pelaksanaan verifikasi data yang valid dari pemerintah daerah dan kementerian pertanian. Data yang dimaksud meliputi data kepemilikan dan status lahan.
Desain program PSR adalah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memberikan hibah sebesar 25 juta per ha yang disalurkan melalui perbankan yang ditunjuk, guna pengerjaan peremajaan untuk P-0. Kemudian kekurangan dana dapat memanfaatkan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) Khusus Peremajaan dengan bunga 7 persen per tahun dan grace period selama lima tahun atau dana swadaya petani.
Dalam hal pengelolaan tanaman PSR, perusahaan baik swasta maupun BUMN (PTPN) sebagai off-taker sekaligus bertanggung jawab terhadap praktik pengelolaan kebun yang berkelanjutan.
“Komponen-komponen tersebut harus sangat diperhatikan. Selain ketersediaan benih unggul bersertifikat, kita juga harus memperhatikan kepastian offtake hasil panen oleh perusahaan,” Darmin menambahkan.
Beberapa perusahaan sebagai off-taker di Provinsi Riau, antara lain : (1) PTPN V, (2) PT Asian Agri, (3) PT Kubu Raya, dan (4) PT Rokan Sawit Industri, dan akan bertambah sesuai dengan penambahan luas areal PSR.
Darmin juga berpesan untuk PSR ini sedari awal sudah mengikuti prinsip dan kriteria Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO), sehingga perkebunan sawit rakyat yang telah mengikuti program PSR sekaligus telah memenuhi pula persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO.
Selain itu, Darmin juga menyebut bahwa BPDPKS telah membangun aplikasi online PSR untuk mempermudah proses registrasi dan verifikasi data pekebun.
Advertisement