Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dimanfaatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk meningkatkan ekspor. Upaya ini dilakukan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III dan PT Barata Indonesia (Persero).
Direktur Utama PTPN III (holding), Dolly P Pulungan mengatakan perusahaan saat ini tidak terlalu mempermasalahkan pelemahan rupiah tersebut. Karena sebagian pendapatan perusahaan berbentuk dolar AS, terutama dari produk ekspor.
Baca Juga
Advertisement
"Alhamdulillah kita genjot ekspor terus dan kita coba untuk tidak melalui trader jadi langsung ke user. Dengan ini, diharapkan bisa memperoleh pendapatan yang lebih maksimal. Jadi pelemahan rupiah ini kita masih bisa atasi," ujarnya di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Dolly mengatakan, potensi ekspor langsung ke pembeli tersebut sangatlah besar. Selama ini dengan melalui pihak ke tiga, rantai distribusi ekspor PTPN III cukup panjang. Dengan demikian, pendapatan yang diperoleh perusahaan tidak maksimal.
PTPTN III menargetkan ekspor hasil produknya, terutama komoditas kelapa sawit 400 ribu ton. Dengan mencoba langsung ke pembeli, perusahaan menargetkan bisa mengekspor 2,5 juta ton produknya.
Sementara di kesempatan yang sama, Direktur Utama Barata Indonesia Silmy Karim mengaku perusahaannya memiliki beberapa produk andalan yang bisa ditingkatkan ekspornya, seperti prasarana kereta api.
"Kita kan ada juga ekspor beberapa produk di beberapa negara. Pendapatan dolar AS kami itu setiap tahun ada sekitar USD 5 juta. Jadi rupiah yang melemah ini masih aman lah buat kita," tegasnya.
BI Ingatkan BUMN Jangan Boros Pakai Dolar AS
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengimbau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membeli dolar AS (USD) sesuai kebutuhan. Hal tersebut untuk menghindari pelemahan nilai tukar rupiah yang semakin tajam terhadap mata uang negara paman Sam tersebut.
Agus juga meminta, BUMN mempertimbangkan keputusan jika akan melakukan pembayaran kewajiban. "Mungkin kewajibannya baru jatuh tempo di September, November atau Desember. Jika begitu, tidak perlu mengadakan valuta asingnya sekarang. Itu semua kita berkoordinasi," ujarnya di Kantor BI, Jakarta, Jumat (27/4).
Pemenuhan kebutuhan dolar AS tersebut telah dikoordinasikan kepada pemerintah. Selain itu bank sentral juga mengimbau BUMN, tidak melakukan pembelian dolar AS di pasar spot dalam jumlah besar jika ingin memenuhi kebutuhan likuiditas.
"Dengan pemerintah, yang kita lakukan adalah untuk meyakinkan perusahaan BUMN, apabila ada kebutuhan valuta asing (valas) tidak semuanya kemudian masuk ke pasar untuk beli di spot kebutuhan valasnya," jelasnya.
Agus menambahkan, koordinasi dengan pemerintah dan korporasi BUMN beserta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejauh ini berjalan baik.
Bank Indonesia juga terus mengingatkan BUMN untuk meningkatkan lindung nilai (hedging) dalam transaksi dan kewajiban valas agar terhindar dari kerugian yang diakibatkan selisih kurs.
"Di BUMN sudah ada peraturan menteri BUMN perihal lindung nilai yang taat azas dan efisien. Kondisi nilai tukar rupiah yang dinamis ini bisa memberikan tekanan yang memberikan risiko kepada BUMN," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement