Bahas Kecerdasan Buatan, Gedung Putih Undang Bos Perusahaan Teknologi

Gedung Putih akan menyelenggarakan pertemuan sehari penuh bersama petinggi perusahaan teknologi, di antaranya Facebook, Google, Amazon, dan Intel.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 09 Mei 2018, 19:00 WIB
Gedung Putih (White House)

Liputan6.com, Jakarta - Gedung Putih Amerika Serikat (AS) sudah melihat urgensi dari kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI). Mereka pun akhirnya mengadakan sebuah pertemuan khusus tentang AI yang akan dijadwalkan pada Kamis (10/5/2018) waktu setempat.

Mengutip Reuters, Rabu (8/5/2018), pihak Gedung Putih akan menyelenggarakan pertemuan sehari penuh bersama petinggi perusahaan teknologi, di antaranya Facebook, Google, Amazon, dan Intel.

Dari pihak pemerintah Amerika Serikat (AS), hadir perwakilan Pentagon, dan Kementerian Agrikultur, Dagang, Energi, Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Transportasi.

"AI dengan cepat mengubah segala segmen industri Amerika, mulai dari penerapan presisi agrikultur dan diagnosis medis sampai manufaktur tingkat lanjut dan transportasi otonom," jelas pihak Gedung Putih.

Dean Garfield, Presiden dan Ketua Eksekutif Majelis Industri Teknologi Informasi, mendukung acara ini karena terciptanya kolaborasi antara pemerintah dan sektor industri perihal AI.

"Sektor teknologi berkomitmen agar seluruh rakyat Amerika menuai keuntungan dari teknologi transformatif ini," ucap Dean.

Di sisi lain, beberapa perusahaan dari sektor non-teknologi yang turut hadir adalah JPMorgan, Johnson & Johnson, Walmart Inc, Mastercard Inc, dan United Airlines.

Sementara, dari kalangan akademisi bidang teknologi, akan turut hadir Presiden dari Institut Teknologi California dan juga Universitas Carnegie Mellon.


Pemerintah AS Kejar Ketertinggalan

Presiden AS, Donald Trump dan Melania Trump memberikan sambutan pada jamuan makan malam White House Historical Association, Jumat (15/9). First Lady Amerika Serikat itu memadukan gaunnya dengan ikat pinggang dan perhiasan minimalis. (NICHOLAS KAMM / AFP)

Langkah Gedung Putih mengajak para raksasa industri untuk membahas AI dapat dipandang sebagai keseriusan pemerintah AS untuk mengejar "ketertinggalan."

Mengapa disebut tertinggal? Sebab, pemerintah dari negara adidaya lain sudah lebih dulu fokus ke AI.

Tengok saja pemerintahan Tiongkok yang sudah mendirikan pusat AI, baik dalam bentuk tempat penelitian sampai taman hiburan.

Pemerintahan Uni Eropa dan Inggris juga telah melakukan investasi besar-besaran di ranah AI.

Meski beberapa aspek AI masih kontroversial, tapi memang tidak bisa dipungkiri teknologi ini dapat meningkatkan kualitas hidup orang banyak di bermacam bidang.


Kecerdasan Buatan Jadi Ancaman?

Ilustrasi kerjasama manusia dengan mesin kecerdasan buatan (AI). (Sumber Pixabay)

Adapun sejumlah petinggi perusahaan teknologi dan beberapa ilmuwan, mengaku khawatir dengan keberadaan kecerdasaan buatan. Di antaranya seperti Elon Musk dan Stephen Hawking.

Menurut Hawking, kecerdasan buatan bisa berdampak negatif pada sektor pekerjaan--khususnya pekerjaan kelas menengah.

"Keberadaan kecerdasan buatan dan automatisasi teknologi akan mengikis profesi kelas menengah. Jika dibiarkan, ini akan menciptakan ketidaksetaraan yang buruk serta risiko pergolakan industri pekerjaan yang besar," kata Hawking sebagaimana dikutip dari Business Insider.

Pria lulusan Universitas Oxford itu menuturkan, sistem automatisasi teknologi yang kini diterapkan banyak perusahaan besar sebetulnya memang memudahkan proses manufaktur yang tadinya dilakukan manusia.

Namun implementasi tersebut diibaratkan seperti mata pisau. "Proses manufaktur industri yang tadinya dilakukan secara tradisional akan berubah total. Namun profesi kelas menengah seperti pekerja pabrik yang tadinya diperkerjakan untuk itu, tak lagi akan dibutuhkan. Ke mana mereka nanti akan bekerja?" tutur ia menambahkan.

Dalam kesempatan lain, Musk berpendapat pemerintah, instansi terkait, dan pihak berwajib harus menetapkan regulasi yang mengatur kecerdasan buatan agar tidak kelewatan.

Dalam pidatonya di sebuah pertemuan nasional di Rhode Island, CEO Tesla dan SpaceX itu menyebut, pemerintah harus membuat regulasi terkait kecerdasan buatan sebelum terlambat.

"Hingga orang melihat robot turun ke jalan dan membunuh orang-orang, mereka tidak tahu bagaimana harus bereaksi," kata Musk berkomentar.

Musk juga menambahkan, "Kecerdasan buatan adalah kasus langka, sehingga saya rasa kita harus proaktif membuat regulasi, bukannya reaktif. Kalau reaktif terhadap kecerdasan buatan, hal itu akan terlambat."

Dengan begitu ia mendesak regulasi terkait kecerdasan buatan harus dibuat sekarang karena sifatnya yang birokratis. "Peraturan dibuat untuk selamanya. Kecerdasan buatan adalah risiko mendasar bagi keberadaan peradaban manusia," tuturnya.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya