Anggota Parlemen Eropa: Solusi Polemik Kelapa Sawit RI Bisa Rampung Akhir 2018

Uni Eropa akan berdiskusi khusus terkait nasib impor komoditas kelapa sawit dari negara-negara pemasok seperti Indonesia.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 10 Mei 2018, 11:30 WIB
Bibit kelapa sawit Eka 1 dan Eka 2 yang berasal dari hasil kultur jaringan saat di pamerkan di Jakarta (22/5). Dua Material tanam klonal kelapa sawit berkualitas unggul ini resmi terdaftar di katalog bibit Indonesia. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Uni Eropa, David McAllister memperkirakan bahwa solusi atas polemik kelapa sawit Indonesia bisa rampung pada akhir tahun 2018.

McAllister juga menjelaskan bahwa Uni Eropa akan berdiskusi khusus di markas besar UE di Brussels terkait kelanjutan impor komoditas kelapa sawit dari negara-negara pemasok yang masuk ke pasar Benua Biru -- seperti Indonesia, Malaysia, Kolombia, dan lainnya -- yang mengalami hambatan.

"Formal Trilogue yang melibatkan Dewan Uni Eropa, Parlemen Uni Eropa, dan Komisi Uni Eropa untuk membahas impor kelapa sawit akan dilaksanakan, agar kami bisa mempertimbangkan solusi yang menguntungkan bagi masing-masing pihak, termasuk Indonesia," kata McAllister pada sela-sela European Union Day di Jakarta, 9 Mei 2018.

"Mengingat ini isu penting, kami belum bisa pastikan kapan solusinya akan selesai. Tapi saya perkirakan, bisa rampung pada akhir tahun 2018," kata McAllister.

Politisi dari Jerman itu tak mengelaborasi lebih detail terkait kelanjutan nasib kelapa sawit usai Formal Trilogue tersebut selesai dilaksanakan nantinya. McAllister hanya mengatakan, "Ini isu penting dan sensitif. Tapi yang pasti, perinciannya sudah kami bahas."

McAllister memahami kekhawatiran dari pemerintah Indonesia tentang nasib kelapa sawit di pasar Eropa. Penghentian impor akan berdampak krusial, mengingat, jutaan masyarakat Tanah Air menggantungkan penghasilan ekonominya dari komoditas tersebut.

Ditambah lagi, Indonesia adalah salah satu negara top dunia untuk urusan produksi kelapa sawit dan cukup mengandalkan ekspor komoditas itu demi menambah pundi-pundi kas negara.

"Tapi Indonesia juga harus paham akan kekhawatiran kami seputar kelapa sawit, seperti, isu minimnya kelestarian lingkungan, deforestasi, capaian sustainable goals, dan kualitas dari sawit itu sendiri," kata anggota Parlemen Uni Eropa itu.


Bertemu Parlemen Eropa, JK Perjuangkan Nasib Minyak Sawit RI

Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit tak hanya memicu dampak lingkungan, namun juga dampak sosial masyarakat. (Foto: B Santoso/Liputan6.com)

Pernyataan itu diutarakan oleh David McAllister usai dirinya bertemu dengan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu 9 Mei 2018.

Wapres JK menerima kunjungan McAllister dan Warner Langen, Chairman of Delegation for Relations with the Countries of Southeast Asia and ASEAN (DASE) guna membicarakan soal ekspor minyak sawit mentah atau CPO Indonesia.

Dalam pertemuan tersebut, JK berharap bisa bekerja sama dengan baik bersama Uni Eropa. JK menjelaskan, ada beberapa masalah yang kurang tepat. Salah satunya, pembatasan ekspor CPO Indonesia oleh Uni Eropa sehingga harus dihindari.

"Seperti masalah palm oil (CPO), jangan dianggap itu sebagai komoditas, tapi harus mempekerjakan jutaan orang. Kalau itu terjadi masalah (penghentian ekspor). Ini bisa menimbulkan kemiskinan," kata JK di kantornya, Rabu (9/5/2018).

Tidak hanya itu, JK juga berharap kepada Uni Eropa agar ekspor CPO bisa dilihat dari sisi yang berbeda, yakni kesejahteraan seluruh masyarakat di dunia. Itu karena kata JK, hal tersebut tergantung pada perdagangan minyak sawit.

"Padahal semua negara ingin SDGs (Sustainable Development Goals), maka akan merusak program SDGs," tegas JK.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya