Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menganggap pentingnya penyelesaian revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Anti-terorisme). Apalagi, pascainsiden kerusuhan di Rutan Salemba cabang Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
"Oleh karena itu, kami sekarang sedang mencoba untuk merevisi Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme yang belum selesai," kata Wiranto di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018).
Advertisement
Menurut dia, revisi UU Terorisme untuk menjadi acuan aparat penegak hukum melakukan upaya penanggulangan terhadap aksi terorisme yang terjadi di kemudian hari.
"Justru kita mengharapkan segera selesai agar kita punya acuan hukum yang jelas, khusus untuk ancaman terorisme kita sudah punya acuan ancaman hukum seperti ini," ucap Wiranto.
Dia juga menganggap bahwa insiden di Rutan Mako Brimob seharusnya menjadi pembelajaran bagi aparat penegak hukum untuk membenahi aturan-aturan tentang penanggulangan teror. Termasuk, sambung Wiranto, perlakuan bagi narapidana terorisme.
"Bahwa perlu adanya suatu perbaikan-perbaikan administrasi dan aturan-aturan, maupun hal-hal yang menyangkut penahanan atau rutan bagi terorisme. Apakah adanya fasilitas yang perlu disempurnakan apakah overload yang perlu dibagi, apakah perlakuan-perlakuan yang khusus pada para pelaku terorisme," tandas Wiranto.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perpanjangan Waktu
Sementara itu, Rapat Paripurna DPR RI sepakat untuk dilakukan perpanjangan waktu pembahasan RUU Terorisme, hal ini mengingat terjadi perdebatan yang cukup sengit di antara fraksi di DPR sehingga membutuhkan perpanjangan waktu pembahasan.
"Maka terhadap perpanjangan waktu tersebut, kami meminta persetujuan rapat paripurna. Apakah perpanjangan waktu pembahasan RUU dapat kita setujui?" tanya Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang dijawab setuju anggota dewan yang hadir di Ruang Rapat Paripurna DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4/2018).
Setelah mendapat persetujuan dari seluruh anggota dewan yang hadir dalam rapat Paripurna, Fadli Zon selaku pimpinan rapat mengetok palu sidang sebagai tanda pengesahan persetujuan dewan.
Diketahui, Pansus RUU Terorisme dibentuk 18 April 2016. Selama pembahasan RUU ini terdapat berbagai macam perbedaan pendapat yang cukup mendalam seperti definisi terorisme, keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme hingga sanksi yang akan diberikan.
Advertisement