Liputan6.com, Semarang - Jumat (11/5/2018) pagi, kehidupan desa-desa di kaki Gunung Merapi berjalan normal seperti biasa. Warga yang mayoritas berprofesi sebagai petani, menjalankan rutinitas harian, menengok kebun, memeriksa sawah, menggembalakan kerbau dan sejenisnya.
Rutinitas itu mendadak terhenti. Gemuruh dari puncak Gunung Merapi mengharuskan mereka berpaling sejenak.
"Asap cukup tinggi. Bergulung berwarna putih. Tapi itu bukan wedus gembel menurut saya," kata Sakri, warga Dukun Kabupaten Magelang.
Baca Juga
Advertisement
Puncak Gunung Merapi boleh jadi sedang sibuk. Namun, warga meyakini aktivitas Merapi tak meningkat dalam derajat yang berbahaya.
"Tadi kami juga langsung dapat siaran dari BPBD Kabupaten Magelang melalui grup Whatsapp dan BBM. Intinya memang terjadi letusan freatik," kata Robertus, warga lain.
Kepala Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho pernah menjelaskan bahwa letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi. Uap ini terbentuk karena ada pemanasan air di bawah yang kontak langsung dengan magma.
"Letusan freatik disertai dengan asap, abu, dan material di dalam kawah. Sulit diprediksi," kata Sutopo Purwo Nugroho kepada Liputan6.com, 2017 lalu.
Lalu, apa yang terjadi di puncak Gunung Merapi hari ini?
Berdasarkan pantauan CCTV Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) pada Jumat (11/5/2018) jam 06.59 WIB yang dipublikasikan BPPTKG terlihat bahwa ada asap tebal berwarna putih yang keluar dari kawah Gunung Merapi. Dijelaskan bahwa asap tersebut bertekanan lemah.
"Status aktivitas : Normal," tulis BPPTKG dalam akun Twitternya.
Hujan Abu
Sementara itu, di sejumlah daerah dilaporkan terjadi hujan abu tipis. Di daerah Kecamatan Muntilan, hujan abu tipis terjadi di wilayah Kwilet dan Kelurahan Gondosuli. Meskipun tipis dan dinyatakan normal, warga masih khawatir ada letusan besar.
Penjelasan lain, asap tersebut terjadi akibat material kubah lava di pinggir kawah ambrol dan masuk ke Kawah Merapi.
"Jadi bukan meletus. Mohon warga tenang dan tidak panik. Nanti ada perkembangan kami infokan kesempatan pertama," kata Heri, salah satu aktivis relawan Guruh Merapi.
Benedicta Novin menyampaikan kekhawatirannya. Ia menyebut ketika terjadi letusan besar tahun 2010, ia sangat menderita hidup di pengungsian.
"Rumah saya cukup jauh. Tapi justru karena jauh itu ada kekhawatiran," kata Novin.
Di wilayah objek wisata Kaliurang Yogyakarta, hujan abu juga terjadi. Fransiska Suharmi Pertiwi menyebutkan bahwa dari rumahnya memang tak terasa ada getaran atau suara gemuruh. Namun, ia sedang melintas di kawasan Kaliurang.
"Gelap. Meski enggak segelap yang lalu. Tapi bikin kaget juga. Kami, sih, tenang saja," kata Fransiska.
Sikap warga di sekitar kaki Gunung Merapi memang sangat tenang. Setiap hari pergaulan mereka dengan gunung api paling aktif di dunia ini mengharuskan mereka mengenal karakter dan tanda-tanda jika bahaya sudah mengancam.
"Biasanya yang suka gaduh yang jauh. Kami maklum karena mereka hanya melihat dari media dan tak pernah bergaul dengan Merapi," kata Sumarjono, warga Desa Tutup Duwur, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, yang hanya berjarak 1,5 kilometer dari kawah Merapi.
Merapi memang tak pernah ingkar janji. Bagi warga sekitar, ia akan memberi tanda jika aktivitasnya sudah memasuki derajat berbahaya.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement