Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) telah menargetkan peningkatan ekspor sebesar 300 persen pada 2019. Namun bagaimana realisasinya hingga saat ini?
Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita mengatakan, peningkatan ekspor salah satunya bisa dilakukan dengan mengintensifkan kerja sama dengan negara lain melalui perjanjian perdagangan. Namun untuk urusan tersebut, selama ini Indonesia banyak tertinggal dibandingkan dengan negara lain.
Baca Juga
Advertisement
"Ekspor tentu bisa tercapai pada saat kita ada kerja sama dengan negara-negara mitra kita. Terus terang itu yang tertinggal. Sekian lama kita tidak menandatangani perjanjian perdagangan, sudah sekian lama," ujar dia dalam wawancara khusus dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Jumat (11/5/2018).
Oleh sebab itu, lanjut Enggar, Presiden telah memerintahkan agar Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk merampungkan perjanjian kerja sama perdagangan dengan negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral.
"Itu yang membuat Presiden (Jokowi) memerintahkan kami untuk segera merealisasikan berbagai kesepakatan awal yang telah dilakukan pada 4-5 tahun lalu, segera lakukan itu. Jadi kami dalam 2 tahun ini terus memulai kembali perjanjian atau pembicaraan dengan negara-negara dan grup-grup yang ada," kata dia.
Kebut Penyelesaian Perjanjian Perdagangan
Pada tahun ini, kata dia, Indonesia akan menyelesaikan perjanjian kerja sama perdagangan dengan Australia melalui Indonesia-Australia Comprehensive Partnership Agreement (IA-CEPA). Perjanjian kerja sama dengan negara lain juga diharapkan bisa segera diselesaikan.
"Segera kami akan melakukan penandatangan dengan Australia tahun ini. Kemudian dengan regional RCEP itu sebagian besar populasi dunia ada di situ. Kemudian dengan IEU-CEPA, dengan EFTA, dengan Afrika, Asia Tengah dan Asia Selatan. Kalau ini sudah, tinggal kita bicara produknya. Produknya juga sudah mulai meningkat dan Presiden juga mendorong investasi terutama yang berorientasi ekspor. Itu lebih kita dorong," jelas dia.
Menurut Enggar, salah satu keuntungan yang didapat Indonesia dari perjanjian kerja sama ini yaitu pembebasan bea masuk bagi produk-produk dalam negeri ke negara tujuan. Dengan demikian, diharapkan dapat mendorong ekspor Indonesia secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
"Maka dengan demikian, dengan perjanjian yang kita tidak dikenakan bea masuk di negara tersebut dengan tinggi, produknya juga kompetitif, maka itu juga akan lebih meningkat. Perjanjian kalau ditandatangani di 2018, baru akan kita nikmati di akhir 2019 dan 2020. Jadi memang arah ke sana tetap berjalan, dan kami upayakan untuk bisa kita lakukan," tandas dia.
Advertisement