Dalam Sebulan Menhub Deregulasi 150 Aturan, Terbanyak Sektor Udara

Upaya deregulasi ini masih bakal terus dilakukan untuk mempermudah keterlibatan swasta dalam pembangunan.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Mei 2018, 12:16 WIB
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan keterangan saat penandatanganan nota kesepahaman di Jakarta, Kamis (1/3). Nota kesepahaman ini juga diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi pelaksanaan kerja sama tersebut. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus mendrong sektor swasta untuk berperan aktif dalam sektor perhubungan. Untuk mendorong hal ini, Kemenhub telah melakukan deregulasi sebanyak 150 aturan dalam waktu satu bulan ini.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, dari ratusan aturan yang disederhanakan ini, paling banyak ada di sektor perhubungan udara. Itu karena selama ini banyak aturan di sektor udara yang justru tidak memberikan kemudahan swasta turut berinvestasi.

"Dalam sebulan terahir ada 150 yang kita deregulasi, ini tujuannya untuk mendukung iklim usaha, paling banyak di sektor udara. Sebenarnya sektor udara ini kan sudah mengacu ke regulasi internasional," kata Menhub di Hotel Kaisar, Jakarta, Jumat (11/5/2018).

Menhub mengatakan, selama ini terdapat beberapa aturan yang sebenarnya bisa dijadikan satu. Seperti urusan peizinan pembangunan bandara udara sendiri, izin kelengkapan kemanan bandara sendiri, izin badan hukum sendiri, dan sebagainya.

Bahkan dalam salah satu perizinan, Kemenhub dalam hal ini sebagai regulator harus mengatur mengenai jumlah dan letak kursi di sebuah bandara. Hal ini, dinilai Menhub, sebenarnya bisa dilakukan dengan self asessement.

"Selama ini kan swasta itu banyak keinginan mebangun, tapi kan tidak semua swasta itu sabar menunggu. Sekarang izin badan usaha saja bisa sampai 6 bulan, padahal sebenarnya dia bisa konsentrasi untuk izin pembangunan dan kemudian membangun," tambah Menhub.

Upaya deregulasi ini, dikatakan Menhub masih bakal terus dilakukan untuk mempermudah swasta terlibat. Ini dikarenakan kemampuan APBN untuk membangun negeri ini sangat terbatas. 


PR Besar

Vice-President for Knowledge Management and Sustainable Development of the Asian Development Bank (ADB), Bambang Susantono memberikan paparan sebelum penandatangan MoU dengan Kementerian Perhubungan di Jakarta, Rabu (22/11). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Asian Development Bank (ADB) memaparkan beberapa pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah Indonesia pada 2018. Salah satunya dalam hal deregulasi.

Vice President Asian Development Bank (ADB) Bambang Susantono mengatakan, memang saat ini sudah banyak paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Hanya saja, implementasi di lapangan, terutama di daerah, belum terasa.

Bambang mengatakan hal ini karena banyak pengusaha yang mengeluhkan masih panjang dan rumitnya kepengurusan di beberapa daerah.

"Ada pekerjaan rumah besar di mana konsistensi atau kebijakan di pusat baik, tapi aktualisasi pelaksanaan di lapangan perlu diperbaiki, terutama di daerah," kata Bambang pada 20 Februari 2018.

Dalam meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia, menurut Bambang, pemerintah dan para pengusaha harus saling mendukung.

Pemerintah harus memberikan kemudahan investasi di sisi lain dengan banyaknya investasi peluang kerja banyak tercipta sehingga ekonomi terus meningkat.

Selain itu, beberapa tantangan yang masih dihadapi untuk 2018 di antaranya meningkatkan fundamental ekonomi untuk menghadapi sentimen global. Salah satunya meningkatkan kualitas ekspor dan menjaga inflasi.

"Kedua, adalah revolusi industri 4.0, di mana infrastruktur dasar tetap terus dibangun seperti penyediaan air bersih, sanitasi, tapi di saat yang bersamaan kita harus siapkan broadband virtual connect. Negara lain sudah bangun ini, sementara kita?" ucap mantan Wakil Menteri Perhubungan itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya