Meski Menguat, Rupiah Masih di Kisaran 14.000 per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.023 per dolar AS hingga 14.060 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 11 Mei 2018, 12:44 WIB
Teller menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/4). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Jumat pagi ini. Namun, nilai tukar rupiah masih berada di kisaran 14.000 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, Jumat (11/5/20180), rupiah dibuka di angka 14.028 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.084 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.023 hingga 14.060 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 3,73 persen.

Adapun berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.048 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan pada 9 Mei 2018 yang ada di angka 14.074 per dolar AS.

Research Analyst FXTM Lukman Otunuga menjelaskan, mata uang negara berkembang memang terus terpukul karena adanya apresiasi dari dolar AS. Risiko geopolitik yang terus menguat membuat dolar AS semakin perkasa.

Pada pekan ini, rupiah sempat menyentuh level terendah sejak Desember 2015, yaitu di 14.085 per dolar AS walaupun Bank Indonesia telah mengintervensi untuk mempertahankan rupiah.

"Rupiah masih berisiko semakin turun, terutama karena dolar AS diperkirakan dapat terus menguat didukung oleh ekspektasi kenaikan suku bunga AS," jelas dia.

Pelaku pasar akan terus mengamati bagaimana nilai tukar rupiah bereaksi di atas level psikologis yaitu 14.000 per dolar AS.


Siap Naikkan Suku Bunga

Teller menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/4). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, BI tengah dan akan mengambil langkah strategis untuk menciptakan stabilitas perekonomian nasional. Langkah tersebut untuk mengantisipasi peningkatan tantangan global.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menjelaskan, ada beberapa risiko global yang dihadapi Indonesia saat ini, yaitu kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS), meningkatnya harga minyak dunia, menguatnya risiko geopolitik sebagai akibat meningkatnya sengketa dagang AS-China dan pembatalan kesepakatan nuklir AS-Iran. 

Risiko itu mengakibatkan menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah.

Untuk periode 1-9 Mei 2018 (month to date), rupiah telah melemah 1,2 persen, baht Thailand tertekan 1,76 persen, dan lira Turki anjlok 5,27 persen.

Sementara itu, sepanjang 2018 (year to date) rupiah melemah 3,67 persen, peso Filipina turun 4,04 persen, rupe India tertekan 5,6 persen, real Brasil anjlok 7,9 persen, rubel Rusia melemah 8,84 persen, dan lira Turki anjlok 11,42 persen.

Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini.

Terkait hal tersebut dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, BI akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas.

"BI memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo). Respons kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," jelas Agus pada 11 Mei 2018.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya