Sudah Berdampakkah Pembangunan Infrastruktur di RI?

Proyek infrastruktur bisa berdampak panjang bagi kemakmuran Indonesia ke depan, salah satunya meningkatkan pendapatan negara.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Mei 2018, 16:32 WIB
Pekerja melakukan proses pembangunan kontruksi jalur DTT di Jakarta, Jumat (13/4). Menhub Budi Karya Sumadi menargetkan penyelesaian pembangunan proyek infrastruktur jalur DDT Manggarai- Cikarang selesai pada 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mendorong pembangunan infrasturktur. Pembangunan ini diharapkan bisa menipiskan kesenjangan dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi. Apakah pembangunan tersebut sudah berdampak?

Ketua Komisi V DPR, Fahri Djemi Francis menjelaskan, pembangunan infrastruktur yang ditargetkan rampung pada 2018-2019 itu belum menampakkan hasil ke pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, pembangunan yang dikerjakan untuk mengejar target justru menimbulkan masalah baru, seperti kecelakaan kerja yang marak terjadi beberapa waktu lalu.

Selain itu, pembangunan infrastruktur pemerintah juga dihadapkan pada masalah alokasi anggaran. Fahri menyatakan, alokasi anggaran untuk infrastruktur melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) setiap tahunnya selalu jauh lebih kecil dari yang diusulkan. Hal ini membuat pembangunan infrastruktur jadi minim anggaran.

Dalam penjelasannya, pada APBN 2015 perencanan yang diusulkan oleh pemerintah Rp 114,8 triliun, tetapi anggaran yang tersedia Rp 110,8 triliun, berkurang sekitar Rp 4 triliun.

Pada 2016, usulannya tinggi sekali menjadi Rp 169,4 triliun, tetapi duitnya yang disetujui Rp 98 triliun. Pada 2017, diajukan Rp 209,1 triliun, tetapi anggaran yang diberikan Rp 103,1 triliun. Itu belum sampai 50 persen yang diberikan.

"Di 2018 ini kebutuhannya naik lagi Rp 221 triliun, tapi yang diberikan Rp 106 triliun," ujar dia dalam Forum Diaolog HIPMI di Jakarta, Jumat (11/5/2018).

Menurut Fahri, pembangunan infrastruktur yang selama ini menjadi program utama pemerintah juga tidak berdampak besar terhadap ekonomi di daerah. Bahkan, pihak swasta sering mengeluh karena proyek tersebut didominasi oleh BUMN.

"Pertumbuhan ekonomi juga stagnan setelah pembangunan infrastruktur. Itu menjadi pertanyaan. Jadi ‎infrastruktur ini pertama, untuk pencitraan. Kedua, untuk BUMN. Baru ketiga, untuk rakyat. Tapi ini juga masih dipertanyakan," tandas dia.


Negara Berpenghasilan Tinggi

Pekerja melakukan proses pembangunan kontruksi jalur DTT di Jakarta, Jumat (13/4). Menhub Budi Karya Sumadi menargetkan penyelesaian pembangunan proyek infrastruktur jalur DDT Manggarai- Cikarang selesai pada 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, pemerintah melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menetapkan 222 proyek dan tiga program pemerintah dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) 2018 senilai lebih dari Rp 4.100 triliun.

Keberadaan proyek tersebut dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur serta memperbaiki perekonomian negara.

Deputi Bidang Daratan dan Prasarana Bappenas Wismana Adi Suryabrata mengatakan, proyek infrastruktur bisa berdampak panjang bagi kemakmuran Indonesia ke depan, salah satunya meningkatkan pendapatan negara.

"Ketika bicara tentang pembangunan nasional, itu dampaknya jangka panjang. Terkait infrastruktur, kita menyakini Indonesia akan menjadi negara berpenghasilan tinggi jika pembangunannya bisa lebih cepat," jelas dia pada Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Jumat (27/4/2018).

Dia melanjutkan, infrastruktur sebagai motor pertumbuhan negara beberapa tahun pasca-kerusuhan terhitung rendah, yakni 38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Padahal, ia menambahkan, infrastruktur terhadap PDB rata-rata seharusnya 70 persen. Di luar proyeksi jangka panjang, pembangunan infrastruktur merupakan suatu kebutuhan dasar yang ditujukan untuk pelayanan dasar kepada masyarakat.

"Contohnya urban transport, di mana itu penting karena 52 persen penduduk kita tinggal di daerah perkotaan," kata dia.

Terkait strategi pendanaan, dia menjelaskan, pemerintah akan memanfaatkan kerangka pembiayaan dengan melibatkan pihak swasta. Seperti lewat program Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan Pembiayaan Investasi Non-Anggaran (PINA).

"Total kebutuhan investasi untuk infrastruktur sebesar Rp 4.796,2 triliun. Yang di-handle APBN dan APBD itu 41,3 persen, sedangkan BUMN 22,2 persen dan swasta 36,5 persen," kata dia.

Kendati melibatkan swasta, Wismana menegaskan, pemerintah wajib melakukan pengawasan agar tidak merugikan masyarakat. "Kita ingin masyarakat bisa merasakan hasil pembangunan infrastruktur dengan lebih cepat," tandas dia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya