Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) menyatakan telah mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Salah satunya dengan melakukan lindung nilai atau hedging.
Plt Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan, sebagai perusahaan yang melakukan impor dalam memenuhi kebutuhan produksinya, pelemahan rupiah terhadap dolar AS pasti memberikan dampak terhadap perusahaan.
"Ya semua pasti merasakan," ujar dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Baca Juga
Advertisement
Namun, Pertamina telah mengantisipasi terhadap potensi-potensi risiko eksternal, seperti pelemahan rupiah yang terjadi beberapa hari terakhir ini. Salah satunya dengan melakukan hedging.
"Kita lakukan hedging, untuk menjaga itu, kita ada kebijakan untuk hedging. Susah dibicarakan berapa besar (dampaknya), tapi intinya risiko itu kita lakukan hedging," ujar dia.
Nicke menuturkan, langkah hedging ini telah dilakukan oleh Pertamina dari tahun ke tahun. Namun dia enggan membeberkan besaran hedging atas transaksi yang menggunakan valutas asing (valas).
"Sudah. Kita dari setiap tahun ada alokasi hedging baik untuk menjaga kurs maupun per transaksi khususnya impor, itu kita lakukan hedging. Angkanya saya belum ada yang pasti, karena harus dihitung," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Spekulasi Kebijakan The Fed hingga Harga Minyak Tekan Rupiah
Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, memaparkan bahwa pelemahan rupiah dan mata uang negara lain terhadap dolar Amerika Serikat. Pelemahan tersebut didorong ada penyesuaian suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve.
"Hingga 9 Mei 2018,month to date rupiah memang melemah 1,2 persen, tetapi di periode yang sama Thai Bath melemah 1,76 persen, Turki Lira, 5,27 persen," ujar dia dalam Konferensi Pers, di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Sementara itu, jika dihitung sejak 1 Januari 2018 hingga 9 Mei 2018 (year to date), rupiah terdepresiasi sebesar 3,67 persen terhadap dolar Amerika Serikat.
"Kemudian Filipina Peso (melemah terhadap dolar AS) 4 persen, India Rupee, 5,6 persen, Brazil Real, 7,9 persen, Rusia Rubel, 8,8 persen, Turkish Lira 11,4 persen,” tambah dia.
Mantan Menteri Keuangan ini menyampaikan fenomena pelemahan mata uang terhadap dolar AS didorong siklus kenaikan bunga di Amerika Serikat (AS). Kemudian harga minyak dunia juga turut memengaruhi gejolak nilai tukar mata uang ini.
"Risiko geopolitik, adanya tensi dagang Amerika-Tiongkok, serta pembatalan perjanjian nuklir AS-Iran yang mengakibatkan peningkatan mata uang dolar Amerika Serikat terhadap seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah," ujar dia.
Advertisement