Liputan6.com, Cilacap - Pulau Nusakambangan lebih dikenal karena dua hal, pulau penjara nan angker dan pulau kematian, lantaran kerap dijadikan sebagai tempat eksekusi mati. Reputasi sebagai pulau kematian ditahbiskan lantaran sejak zaman kolonial, pulau ini telah menjadi pulau bui.
Namun, tak banyak yang mengatahui bahwa Nusakambangan memiliki sisi lain. Yakni, keindahan alam dan sejarahnya sebagai pulau benteng.
Letak pulau yang strategis dipilih menjadi kawasan pertahanan pertama dari Hindia Belanda. Bukit karang yang berbatasan langsung dengan samudera memungkinkan para penjaga memantau tiap pergerakan, baik kapal dagang maupun militer.
Baca Juga
Advertisement
Sejak zaman Portugis, Belanda hingga Jepang, Pesisir Cilacap termasuk Nusakambangan, menjadi wilayah penting pertahanan militer.
Peninggalan benteng dan persenjataan berat seperti meriam pun kini menjadi destinasi wisata sejarah yang cukup diminati. Daya tarik itu ditambah dengan sensasi menyeberang ke Pulau Penjara Nusakambangan yang ternyata adalah pulau yang eksotis.
Perjalanan dimulai dari Pantai Teluk Penyu dengan menumpang perahu bercadik untuk menyeberang ke Pulau Nusakambangan sisi timur. Di tengah perjalanan, pengunjung bakal bertemu dengan mercusuar kuno peninggalan masa lalu.
Menyeberang ke Nusakambangan
Dari titik ini, pengunjung seolah terlempar pada satu waktu, ketika dewi-dewi masih suka turun ke bumi.
Perahu untuk menyeberang ke Nusakambangan pun bukan lah perahu besar, melainkan perahu viber bercadik. Cukup kecil menilik ganasnya ombak-ombak pantai selatan.
Karenanya, wisatawan harus taat memakai pelampung. Kalau pun terjadi sesuatu, pelampung akan menyelamatkannya. Harga menyeberang pun cukup murah, cukup Rp 125 ribu bolak-balik.
“Wajib pakai pelampung. Risiko,” ucap seorang pengemudi perahu, Nono Wijaya. Nama Wijaya dibelakang Nono adalah nama perahu yang dikemudikannya.
Sebelum berlabuh di Pulau Nusakambangan, tersaji keindahan pantai khas laut selatan. Air laut biru nan jernih berpadu dengan bukit-bukit karang nan mengagumkan.
Sesampai di pulau, wisatawan akan diantar menuju kawasan benteng kuno peninggalan Belanda dan Portugis dengan kendaraan odong-odong. Harganya pun murah, hanya Rp 15 ribu pulang-pergi.
Advertisement
Situs Bersejarah yang Terabaikan di Nusakambangan
Pengamatan Pegiat komunitas pecinta sejarah Banjoemas History Heritage Community (BHHC), pembuat benteng yang terbuat dari susunan batu bata ada beberapa versi. Versi pertama yaitu Portugis, sedangkan yang kedua adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels.
Sebagian besar benteng rusak lantaran usia. Sebagian lainnya, ditumbuhi pepohonan membumbung tinggi dan terbelit akar-akar pohon.
Benteng, terdiri dari benteng yang berada di atas bukit dan bungker perlindungan yang masuk ke dalam tanah. Modelnya, mirip dengan benteng-benteng pendem Jepang. Ruangan dibatasi sekat-sekat bertembok tebal dengan desain melengkung, dengan ventilasi udara kecil.
Sayangnya, situs bersejarah ini tak terawat. Vandalisme mulai merajalela. Beberapa bagian tembok terdapat coretan.
Meriam tergeletak begitu saja, sudah bukan berada di posisi aslinya. Bahkan ada beberapa bagian yang terpotong.
Pantai Karangbolong di Selatan Nusakabangan dan Laguna Segara Akan di Utara Pulau
Di selatan sisi timur Nusakambangan, Pantai Karangbolong menanti dikunjungi. Pantai ini langsung berhadapan dengan Samudera Hindia dengan ombak-ombaknya yang ganas.
Indah, namun patut diwaspadai. Ombak-ombaknya bisa sewaktu-waktu menerjang dan membahayakan jiwa.
Nun di sisi utara Nusakambangan, terdapat hutan mangrove yang diakui terluas dan terlengkap di Asia, Kawasan Laguna Segara Anakan. Pada mulanya, laguna memiliki luas 6.000 hektar lebih.
Namun kini, perairan yang tak ditumbuhi berjenis tanaman mengrove hanya berkisar 400-an hektar. Sedimentasi Sungai Citanduy dan Cimeneng membuat laguna yang dulunya berkedalaman antara 15-20 meter berkurang drastis.
Muncul daratan-daratan baru yang ditumbuhi nipah, api-api, bakau dan berbagai tanaman hutan payau lainnya. Toh, sampai kini, kanal-kanalnya masih bisa dinikmati.
Perahu-perahu kecil menyusuri aliran-aliran sungai pasang surut yang membelah hutan mangrove. Jika beruntung, sepanjang perjalanan wisatawan bisa menyapa monyet mangrove yang kadang mencari makan di tepi kanal.
Advertisement