Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya menjaga kondisi ekonomi Indonesia. Hal itu terutama menghadapi dampak ketidakpastian global.
Selain itu, Sri Mulyani juga menjelaskan mengenai persentase pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tampak lebih besar ketimbang negara lain. Hal itu karena nilai nominal rupiah lebih besar. Paparan itu disampaikan Sri Mulyani saat hadiri talk show bertajuk YouthxPublic Figure pada Sabtu (12/5/2018).
"Karena kita mata uangnya 13.800, berapa digit itu? Lima digit. Turki 7,1. Jadi mata uangnya diredenominasi, Turki itu dulu nolnya juga banyak. Kemudian Presiden Turki dia potong nolnya. Sekarang USD 1 sama dengan 7,1. Jadi kalau melemah 10 persen, 0,7 jadi 7,8. Tapi kalau Indonesia 13.000 melemah 3 persen berapa? Banyak. Terus lewat 14.000 orang Indonesia merasa kita sudah yang paling jatuh," ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
"Hanya karena kita digitnya banyak, terus lewat 14.000 psikologi goyang semua. Padahal itu tiga persen dari 13.000. Yang satu 10 persen," lanjut dia.
Sri Mulyani menegaskan, Pemerintah dan lembaga terkait, seperti BI dan OJK akan terus berupaya agar kondisi perekonomian Indonesia tetap baik dan mampu bertahan. Ini mengingat faktor yang mendorong pelemahan rupiah terhadap dolar AS berasal dari faktor luar.
"Kami di Keuangan, OJK akan jaga, ada hal yang tidak bisa kami kontrol misalnya Donald Trump berantem sama China. Kemudian bank sentral (AS) naikan suku bunga. Yang bisa kita kontrol dampaknya. Supaya walaupun ada goncangan, kami akan buat lewati ini dengan smooth," kata dia.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rupiah Terus Melemah, Sri Mulyani Cs Kumpulkan Pelaku Pasar
Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Kuangan (OJK) Wimboh Santoso serta Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan mengumpulkan para pelaku pasar di Gedung Direktorat Jendral Pajak, Jakarta pada Jumat sore ini.
Pertemuan ini dimaksudkan untuk mendengar apa yang menjadi kekhawatiran pelaku pasar di tengah tingginya sentimen dari Amerika Serikat (AS) yang kemudian mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus tertekan. Dengan begitu, masukan bisa diberikan kepada pemangku kebijakan dalam menentukan langkah antisipasi.
"Pertama, dan yang paling penting mereka sepakat bahwa gejolak yang ada ini berasal dari luar dalam hal ini apa yang terjadi di AS, bukan karena sentimen dalam negeri. Karena mereka optimis terhadap policy pemerintah dam kebijakan ekonominya," ungkap Sri Mulyani di Kantor DJP, Jumat 11 Mei 2018.
Sementara itu, menurut Sri Mulyani ada beberapa pertanyaan dari para pelaku pasar mengenai beberapa hal yang memengaruhi pergerakan pasar ke depannya.
Dijelaskannya, pelaku pasar menanyakan bagaimana langkah koordinasi antar-pemangku kebijakan dalam hal ini Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dalam menyikapi gejolak yang terjadi saat ini.
"Dalam hal ini, kita pastikan BI siap merespons dengan berbagai kebijakannnya secara jangka pendek, karena hanya BI yang memiliki tools itu," tambah Sri Mulyani.
Selanjutnya, para pelaku pasar juga mempertanyakan kepada dirinya mengenai outlook harga minyak serta outlook APBN hingga akhir 2018.
Memang mengenai harga minyak saat ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan asumsi dalam APBN 2018. Pemerintah tengah melakukan perhitungan untuk kemudian nanti dilakukan pembahasan dengam DPR RI untuk APBN Perubahan.
"Kalau untuk outlook APBN, saya pastikan kondisi APBN kita lebih kuat jika dibanding sebelumnya. Untuk defisit hingga akhir 2018 angkanya 2,14 persen," ujar dia.
Advertisement