Liputan6.com, Baghdad - Pemilu kembali digelar di Irak. Ini merupakan pesta demokrasi pertama di negeri itu, setelah pemerintah menyatakan kemenangan terhadap organisasi teroris yang menyebut diri sebagai ISIS pada akhir tahun lalu.
Seperti dikutip dari DW, Minggu (13/5/2018), tempat pemberian suara dibuka di seluruh penjuru Irak pada Sabtu 12 Mei waktu setempat.
Advertisement
Pemilu diadakan saat Irak masih bergeliat untuk membangun negara setelah perang melawan ISIS selama empat tahun. Pendudukan militan itu menyebabkan sejumlah kota luluh-lantak.
Pemerintah Berusaha Cegah Manipulasi
Sekitar 7.000 calon dari sejumlah partai politik mengincar kursi di parlemen yang berjumlah 329.
Pemberian suara dilakukan secara elektronis di TPS sebagai langkah untuk menekan manipulasi sebaik mungkin. Jumlah suara resmi akan diumumkan sekitar 48 jam setelah waktu pemberian suara berakhir.
Dalam pemilu, Perdana Menteri Haider al Abadi harus menghadapi saingan kuat, yaitu pendahulunya, Nouri al Maliki. Selain itu, ia juga harus berkompetisi melawan Hadi al Amiri, yang mengepalai aliansi Fatah. Amiri dulu pernah menjabat menteri transpotasi dan komandan pasukan Syiah, Badr, yang berhubungan erat dengan Iran.
"Saya akan memberi tanda X pada kertas suara"
Jamal Mowasawi seorang pria 61 tahun yang berprofesi jadi penjagal mengatakan, "Saya akan ikut pemilu, tapi akan memberi tanda X. Tidak ada keamanan, tidak ada pekerjaan, tidak ada pelayanan. Para calon hanya ingin menambah tebal sakunya, bukan menolong rakyat."
Hazem al-Hassan, seorang penjual ikan berusia 50 tahun di Baghdad mengatakan, "Wajah-wajahnya sama, programnya juga. Abadi adalah yang terbaik dari yang terburuk. Setidaknya saat ia memerintah kita terbebas dari ISIS."
Pemerintah Berusaha Cegah Manipulasi
Sekitar 7.000 calon dari sejumlah partai politik mengincar kursi di parlemen yang berjumlah 329.
Pemberian suara dilakukan secara elektronis di TPS sebagai langkah untuk menekan manipulasi sebaik mungkin. Jumlah suara resmi akan diumumkan sekitar 48 jam setelah waktu pemberian suara berakhir.
Dalam Pemilu Irak kali ini, Perdana Menteri Haider al Abadi harus menghadapi saingan kuat, yaitu pendahulunya, Nouri al Maliki. Selain itu, ia juga harus berkompetisi melawan Hadi al Amiri, yang mengepalai aliansi Fatah. Amiri dulu pernah menjabat menteri transpotasi dan komandan pasukan Syiah, Badr, yang berhubungan erat dengan Iran.
Isu-isu mendasar dalam Pemilu Irak kali ini adalah: negara terus bergumul menghadapi kemerosotan ekonomi yang sebagian disulut jatuhnya harga minyak global, korupsi, divisi sektarian dan ketidakstabilan selama bertahun-tahun.
Negosiasi untuk membentuk pemerintahan kemungkinan akan berlangsung berbulan-bulan, karena sejumlah partai politik berusaha meracik koalisi agar mampu menduduki sebagian besar kursi di parlemen.
Saksikan videonya berikut ini: