Heboh Bom Surabaya, Begini Panduan Ortu Bicara Terorisme pada Anak dari Kemdikbud RI

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI turut merespons hal itu dengan mengunggah panduan bagi orangtua tentang cara berbicara pada anak mengenai kejahatan terorisme.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 13 Mei 2018, 11:00 WIB
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI turut merespons kejadian ledakan bom di Surabaya itu dengan mengunggah infografis panduan bagi orangtua tentang cara berbicara pada anak mengenai kejahatan terorisme. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Ledakan bom terjadi di tiga gereja di Surabaya pagi tadi, Minggu (13/5/2018). Ketiga gereja yang menjadi sasaran ledakan adalah Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, GKI Wonokromo Diponegoro, dan sebuah gereja di Jalan Arjuno.

Polisi kini menutup tiga lokasi sasaran ledakan bom tersebut untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

Kejadian ledakan bom di Surabaya tentu mengejutkan publik. Lini masa berbagai media sosial pun dibanjiri oleh berita tersebut.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI turut merespons hal itu dengan mengunggah infografis panduan bagi orangtua tentang cara berbicara pada anak mengenai kejahatan terorisme. 

"Kemendikbud turut berduka cita atas kejadian meledaknya bom di gereja di Surabaya. Berikut infografik panduan untuk orang tua tentang cara bicara pada anak mengenai kejahatan terorisme," bunyi unggahan akun Instagram resmi Kemdikbud RI disertai tagar #bersatulawanterorisme.

Ada enam poin yang disampaikan Kemdikbud RI, antara lain:

 

Saksikan juga video berikut ini:


6 Poin Panduan dari Kemdikbud

Kemdikbud RI membagikan panduan bicara tentang terorisme pada anak. (Foto: Instagram/@kemdikbud.ri

1. Cari tahu apa yang mereka (anak) pahami. Bahas secara singkap apa yang terjadi, meliputi fakta-fakta yang sudah terkonfirmasi, ajak anak untuk menghindari isu spekulasi.

2. Hindari paparan terhadap televisi dan media sosial yang sering menampakkan gambar dan adegan mengerikan bagi kebanyakan anak, terutama anak di bawah usia 12 tahun.

3. Identifikasi rasa takut anak yang mungkin berlebihan. Pahami bahwa tiap anak memiliki karakter unik. Jelaskan bahwa kejahatan terorisme sangat jarang, namun kewaspadaan tetap diperlukan.

4. Bantu anak megungkapkan perasaannya terhadap tragedi yang terjadi. Bila ada rasa marah, arahkan pada sasaran yang tepat, yaitu pelaku kejahatan. Hindari prasangka pada identitas golongan yang didasarkan pada prasangka.

5. Jalani kegiatan keluarga bersama secara normal untuk memberikan rasa nyaman, serta tidak tunduk pada tujuan teroris mengganggu kehidupan kita. Kebersamaan dan komunikasi rutin penting untuk mendukung anak.

6. Ajak anak berdiskusi dan mengapresiasi kerja para polisi, TNI, dan petugas kesehatan yang melindungi, melayani, dan membantu kita di masa tragedi. Diskusikanlah lebih banyak tentang sisi kesigapan dan keberanian mereka daripada sisi kejahatan pelaku teror.

Selain itu, Kemdikbud melalui akun @kemdikbud.ri juga berpesan agar masyarakat tidak membagikan foto atau video kerusakan dan korban. "Foto dan video yang mengerikan adalah salah satu wujud teror dan provokasi. Menyebarkan foto dan video seperti itu merupakan tujuan dari teroris. Kita tidak mau menjadi alat dari tujuan teroris," demikian bunyi salah satu poin dari imbauan #SahabatDikbud.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya