Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar tupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan menguat di akhir tahun. Angka ekspor nasional yang terus membaik akan menjaga rupiah dari pelemahan ke level yang lebih dalam.
Chief Executive Officer Standard Chartered Bank Indonesia Rino Donosepoetro menjelaskan, saat ini pasar keuangan tengah bergejolak dikarenakan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) yang terus melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga.
Advertisement
Imbas dari aksi tersebut, rupiah mengalami tekanan karena beberapa dana asing pulang ke asal.
"Market memang agak hot saat ini. Tapi pandangan kami rupiah akan membaik di akhir tahun. Jadi ini tidak akan berlanjut terus seperti ini. Saat ini merupakan efek temporary," kata Rino, saat ditemui di kantornya, Senin (14/5/2018).
Pelemahan nilai tukar memang menjadi menjadi isu global. Pelemahan tersebut tidak hanya dialami oleh Indonesia saja tetapi juga negara berkembang lain di kawasan Asia maupun Eropa.
Rino menjelaskan, meski rupiah saat ini tertekan tapi ia tetap yakin bahwa hal tersebut tidak akan menyebabkan kekacauan sebab kondisi fundamental ekonomi Indonesia secara keseluruhan membaik.
Selain itu, dia juga mengaku percaya Bank Indonesia bisa mengatasi kondisi saat ini. "BI juga sudah menyatakan policy-policy kemarin ini kan yang kira-kira memang sudah sangat tepat sehingga kita percaya akhir tahun akan kuat," ujarnya.
Selain itu, ekspor juga diprediksi akan terus membaik sehingga bisa menjaga kestabilan rupiah. "Ekspor akan meningkat terus, fiskal policy dan kebijakan moneter yang diambil pemerintah sudah sangat tepat Di defisit neraca perdagangan juga dengan intervensi yang dilakukan dari kebijakan moneter Bank Indonesia sudah sangat tepat."
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Alasan Rupiah Melemah Versi Sri Mulyani
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya menjaga kondisi ekonomi Indonesia. Hal itu terutama menghadapi dampak ketidakpastian global.
Selain itu, Sri Mulyani juga menjelaskan mengenai persentase pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tampak lebih besar ketimbang negara lain. Hal itu karena nilai nominal rupiah lebih besar. Paparan itu disampaikan Sri Mulyani saat hadiri talk show bertajuk YouthxPublic Figure pada Sabtu 12 Mei 2018.
"Karena kita mata uangnya 13.800, berapa digit itu? Lima digit. Turki 7,1. Jadi mata uangnya diredenominasi, Turki itu dulu nolnya juga banyak. Kemudian Presiden Turki dia potong nolnya. Sekarang USD 1 sama dengan 7,1. Jadi kalau melemah 10 persen, 0,7 jadi 7,8. Tapi kalau Indonesia 13.000 melemah 3 persen berapa? Banyak. Terus lewat 14.000 orang Indonesia merasa kita sudah yang paling jatuh," ujar dia.
"Hanya karena kita digitnya banyak, terus lewat 14.000 psikologi goyang semua. Padahal itu tiga persen dari 13.000. Yang satu 10 persen," lanjut dia.
Sri Mulyani menegaskan, Pemerintah dan lembaga terkait, seperti BI dan OJK akan terus berupaya agar kondisi perekonomian Indonesia tetap baik dan mampu bertahan. Ini mengingat faktor yang mendorong pelemahan rupiah terhadap dolar AS berasal dari faktor luar.
"Kami di Keuangan, OJK akan jaga, ada hal yang tidak bisa kami kontrol misalnya Donald Trump berantem sama China. Kemudian bank sentral (AS) naikan suku bunga. Yang bisa kita kontrol dampaknya. Supaya walaupun ada goncangan, kami akan buat lewati ini dengan smooth," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement