Liputan6.com, Jakarta Kolegium Jurist Institute (KJI) meminta agar serangan teroris di Surabaya tak dipolitisasi, melainkan harus ditangani bersama.
Menurut Direktur Eksekutif KJI, Ahmad Redi, pemerintah dan seluruh elemen bangsa harus bekerja sama dalam meluruskan pandangan soal jihad yang berkembang di masyarakat.
Advertisement
"Teroris yakin terorisme bagian dari jihad. Inilah yang sebetulnya perlu diluruskan. Tidak ada kejahatan (termasuk teroris) yang dibenarkan oleh seluruh agama, termasuk Islam," kata Redi dalam siaran persnya, Selasa (15/5/2018).
Tuhan, kata Redi, selalu mengajarkan merawat nilai kemanusiaan. Bagi dia, terorisme bukanlah bentuk jihad melainkan jahat.
Menurut Redi, reformasi undang-undang bukan obat mujarab untuk menyembuhkan luka akibat terorisme.
"Terorisme tidak mungkin dapat diatasi hanya dengan melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Fakta dan pengalaman membuktikan undang-undang terorisme tidak mampu memberikan jaminan hilangnya terorisme dari republik ini," ujar dia.
Pemerintah, kata Redi, tidak boleh hanya menggunakan sanksi pidana sebagai langkah penanggulangan terorisme. Kebijakan yang harus diutamakan, kata dia, adalah kebijakan pencegahan.
"Upaya pencegahan yang dapat dilakukan pemerintah antara lain mengevaluasi berkelanjutan terhadap program deradikalisasi yang telah dilakukan, sebagai langkah perbaikan program ke depannya," ujar dia.
Misalnya, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan pencegahan pendanaan terorisme, di mana salah satu yang perlu dioptimalkan adalah penggunaaan pendekatan follow the money yang menghendaki kerja sama dengan penyedia jasa keuangan sebagai pihak pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, PPATK dan aparat penegak hukum.
Kemudian, memperkuat sistem pengawasan penggunaan berbagai bahan atau material yang berpotensi digunakan sebagai bahan peledak untuk serangan terorisme. Serta memperketat pengamanan dan mengoptimalkan peran sektor keimigrasian khususnya terkait dengan penerbitan paspor, dan lain sebagainya.
Sementara, pencegahan yang dapat dilakukan masyarakat meliputi optimalisasi fungsi keluarga. Keluarga berperan untuk menjamin berbagai kebutuhan setiap anggota keluarga, termasuk kebutuhan berupa nilai cinta kasih, agama, dan moral yang menjadi benteng kokoh untuk tidak berbuat kekerasan terhadap sesama umat manusia.
Kemudian, memasifkan tumbuhnya gerakan atau organisasi pemuda agar terbangun pola pikir pemuda yang tangguh dalam menyikapi, menghadapi dan mengatasi tindakan radikalisme.
Sementara Perguruan Tinggi membentuk berbagai pusat studi anti terorisme. Pusat studi tersebut nantinya bertugas mencetak berbagai hasil penelitian tentang kebijakan mengatasi terorisme yang dilakukan para peneliti handal, profesional dan multidisipliner. Hasil penelitian ini, kata Redi, nantinya harus diberikan kepada pemerintah sebagai dasar penyusunan kebijakan penanggulangan terorisme.