Satu Anak Bomber Surabaya Tak Setuju Ajaran Orangtuanya

Khusus pelaku di Sidoarjo sengaja tidak menyekolahkan anaknya. Anak-anak itu pun selalu dibawa ke pengajian jaringan mereka.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mei 2018, 12:01 WIB
Ledakan bom terjadi di Gereja Katolik Santa Maria, Gubeng, Surabaya, Minggu (13/5). Bom juga meledak di KI Wonokromo Diponegoro, dan Gereja di Jalan Arjuno. (Liptan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolda Jawa Timur Irjen Machfud Arifin mengatakan, anak-anak terduga pelaku teror di Surabaya dan Sidoarjo, diberikan doktrin oleh orangtuanya. Khusus pelaku di Sidoarjo sengaja tidak menyekolahkan anaknya. Anak-anak itu pun selalu dibawa ke pengajian jaringan mereka.

Namun, satu dari 4 anaknya, tidak setuju ajaran orangtuanya sehingga tinggal bersama neneknya.

"Yang tiga sudah bisa berkomunikasi kalau ditanya homeschooling diakui bahwa setiap hari Minggu ada pertemuan rutin diajak orangtuanya. Kecuali yang besar ikut neneknya," kata Machfud.

Tiga anak Anton Febriyanto selamat dari ledakan bom di Rusunawa Wonocolo, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Masing-masing berinisial AR (15), FP (11) dan GA (10). Ketiganya mengalami luka akibat ledakan itu.

 


Tidak Disekolahkan

Anton, menyuruh sang anak mengaku home schooling, jikaa ditanya orang lain. "Padahal tidak ada sekolah, dituntun dikurung dengan doktrin-doktrin khusus," ujar Machfud.

Machfud menjelaskan para orangtua pelaku teror ini sengaja berlaku demikian agar anak-anaknya tidak berinteraksi dengan dunia luar. Di rumah, orangtua tersebut mencekoki ajaran jihad menyimpang, seperti melalui video.

"Ini yang terjadi supaya tidak mungkin tidak berinteraksi dengan masyarakat lain. Hanya bapak ibunya saja yang memberikan doktrin terus dengan video-video ajaran-ajaran yang diberikan," jelasnya.

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya