Liputan6.com, Jakarta - Sederet serangan bom di Surabaya menggunakan kendaraan sebagai media. Ledakan bom Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela (SMTB) Jalan Ngagel Madya diduga melakukan aksinya dengan mengendarai sepeda motor. Sementara di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan Jalan Arjuna menggunakan mobil.
Sementara, sehari setelahnya, serangan di Markas Kepolisian Kota Besar Surabaya, pelaku diketahui menggunakan sepeda motor. Dilihat dari CCTV, pelaku membonceng seorang wanita dengan menggunakan motor dan meledakkan bom di pintu gerbang Mabes.
Baca Juga
Advertisement
Beberapa kejadian tersebut dilakukan teroris dengan menggunakan kendaraan. Lalu apakah mobil atau motor bisa membuat para pelaku semakin mudah melakukan aksinya?
Pengamat Kontra Terorisme Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, mengatakan hal tersebut hanyalah soal teknis.
"Itu soal teknis saja, mana yang memungkinkan. Itu yang di Gereja Pantekosta kan pakai mobil, kalau motor yang di Santa Maria dan Polres. Itu soal teknis saja mana yang memungkinkan," kata Harits saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (15/5/2018).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Menurutnya, justru pelaku yang menggunakan motor untuk melakukan aksinya akan lebih mudah dicurigai. Hal itu belum tentu mempercepat pelaku untuk beraksi.
"Tidak (lebih cepat) juga, sama saja. Kalau naik motor itu justru kalau pakaiannya mencurigakan, kan lebih mudah terendus, itu lebih ke teknis sih. Kalau mereka sudah siap dengan motor ya, motor. Kalau ada mobil ya mobil," katanya.
Seperti diketahui, pelaku bom di Surabaya yang menggunakan motor, menempatkan bom di badan dan ditutup jaket.
Advertisement