Kondisi Bank di Indonesia Lebih Kuat Hadapi Krisis Ketimbang 1998

Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan Indonesia tinggi bisa hadapi pelemahan rupiah.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mei 2018, 15:56 WIB
Direktur BCA Rudy Susanto (Foto:Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Rudy Susanto mengatakan perbankan Indonesia saat ini sudah cukup kuat menghadapi kondisi rupiah yang tertekan. Berbeda dengan 20 tahun lalu, yaitu saat krisis 1998, banyak bank yang terpaksa tutup karena bangkrut. 

"20 tahun lalu, 98 recap kita, tahun 2000-an terus start lagi. Jadi dulu juga masih konsentrasi dengan penghimpunan dana, kredit belum kuat, kalau sekarang saya rasa sudah balance BCA dan pure profesional," kata Rudy, di Jakarta, Selasa (15/5/2018).

Rudy mengatakan, Indonesia masih bisa menghadapi jika rupiah masih tertekan. "Sebagian besar bank-bank kita ini posisinya jauh lebih bagus daripada posisi 1998. Jadi kalau ada banyak yang bilang NPL jelek, NPL tinggi tapi itu sebenarnya bagian dari bisnis kita,” ujar dia.

"Yang penting kemampuan dia buat profit cukup tidak untuk hapus NPL?. Dan saya rasa sebagian besar bank kita 99 persen itu mampu, sangat mampu untuk ini karena CAR kita itu tinggi sekali perbankan Indonesia," tambah dia.

Kendati demikian, Rudy mengungkapkan simulasi yang dilakukan OJK yaitu Rupiah mencapai level 20.000 kemungkinan terjadinya sangat kecil sekali.

"Saya rasa waktu stress test dipasang kondisi yang paling jelek yang kemungkinan kejadiannya tuh kecil sekali, bukan artinya kita akan jadi 20.00. Jadi waktu OJK bilang stress test 20.000  itu dianggap kondisi yang berat sekali bank kita bagaimana,” ujar dia.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan stress test atau uji ketahanan Rupiah terhadap Dolar AS (USD). Hal tersebut dalam menyikapi fluktuasi mata uang garuda yang hampir menyentuh angka Rp 14.000 per USD.

Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan stress test dilakukan untuk melihat sejauh mana ketahanan perbankan Indonesia terhadap gejolak Rupiah. Dia menegaskan, simulasi tersebut bukan berarti pasti akan terjadi.

"Namanya juga stress test, itu pasti tidak cuma Rp 14.000 yang dia bikin kalau stress test, kalau kejadian begini bagaimana kita. Kejadian begitu bagaimana. Katakanlah Rp 20.000, bagaimana dia bilang, oke? Makanya ya sudah," ujar Menko Darmin di Kantornya,Jakarta, Jumat 4 Mei 2018.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 


Rupiah Bakal Kembali Perkasa pada Akhir 2018

Teller menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/4). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pagi ini melemah ke posisi di Rp 13.820. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar tupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan menguat di akhir tahun. Angka ekspor nasional yang terus membaik akan menjaga rupiah dari pelemahan ke level yang lebih dalam.

Chief Executive Officer Standard Chartered Bank Indonesia Rino Donosepoetro menjelaskan, saat ini pasar keuangan tengah bergejolak dikarenakan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat  atau the Federal Reserve (the Fed) yang terus melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga.

Imbas dari aksi tersebut, rupiah mengalami tekanan karena beberapa dana asing pulang ke asal.

"Market memang agak hot saat ini. Tapi pandangan kami rupiah akan membaik di akhir tahun. Jadi ini tidak akan berlanjut terus seperti ini. Saat ini merupakan efek temporary," kata Rino, saat ditemui di kantornya, Senin 14 Mei 2018.

Pelemahan nilai tukar memang menjadi menjadi isu global. Pelemahan tersebut tidak hanya dialami oleh Indonesia saja tetapi juga negara berkembang lain di kawasan Asia maupun Eropa.

Rino menjelaskan, meski rupiah saat ini tertekan tapi ia tetap yakin bahwa hal tersebut tidak akan menyebabkan kekacauan sebab kondisi fundamental ekonomi Indonesia secara keseluruhan membaik.

Selain itu, dia juga mengaku percaya Bank Indonesia bisa mengatasi kondisi saat ini. "BI juga sudah menyatakan policy-policy kemarin ini kan yang kira-kira memang sudah sangat tepat sehingga kita percaya akhir tahun akan kuat," ujarnya.

Selain itu, ekspor juga diprediksi akan terus membaik sehingga bisa menjaga kestabilan rupiah. "Ekspor akan meningkat terus, fiskal policy dan kebijakan moneter yang diambil pemerintah sudah sangat tepat Di defisit neraca perdagangan juga dengan intervensi yang dilakukan dari kebijakan moneter Bank Indonesia sudah sangat tepat."

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya