Sedang Bermain Malah Ditabrak Drone, Wajah Bocah di China Luka-Luka

Dari laporan saksi mata, drone yang menabrak wajah korban dikendalikan oleh seorang remaja.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 15 Mei 2018, 19:00 WIB
Ilustrasi Drone, sebuah pesawat tanpa awak GDU Byrd Premium yang diterbangkan pada acara Consumer Electronic Show (CES) 2017 di Las Vegas, Nevada, (06/1/ 2017). (DAVID McNew / AFP)

Liputan6.com, Beijing - Seorang balita di Beijing, China harus menahan sakit setelah mengalami luka yang diakibatkan oleh sebuah drone yang menabrak bagian wajahnya.

Dikutip dari laman South China Morning Post, Selasa (15/5/2018), dari laporan saksi mata, drone yang menabrak wajah korban dikendalikan oleh seorang remaja.

Pada mulanya, bocah berusia satu tahun itu sedang bermain di sebuah taman yang terletak di distrik Tongzhou, Beijing, China.

Kejadian berlangsung pada 9 Mei 2018, sekitar pukul 4.00 sore waktu setempat. Ibu dari korban yang bernama Qi sempat melihat ada seseorang yang menerbangkan drone tersebut, namun tidak dapat mengingat wajahnya.

Oleh sang ibu, wajah bocah tersebut di foto dan diunggah ke media sosial. Dalam keterangan foto, ia meminta agar seseorang dapat membantu menemukan pelaku yang menerbangkan drone tersebut.

Tak berhenti di situ saja, Qi juga berusaha untuk melaporkan kejadian ini ke polisi setempat. Atas laporannya, pihak keamanan langsung menyelidiki pelaku.

Setelah melakukan penyelidikan, polisi mencurigai seorang ekspatriat remaja berusia 14 tahun. Saksi mata yang dimintai kesaksiannya menyebut bahwa pelaku adalah seorang remaja berambut pirang.

"Pada saat itu saya hanya merawat anak saya yang sudah berlumur darah," ujar Qi.

"Saya sempat melihat ada seorang yang tiba-tiba membawa lari drone yang sudah menabrak anak saya," tambahnya.

Namun, keberadaan pelaku masih belum dapat ditemukan. Berbekal sejumlah keterangan dari saksi mata, polisi akan terus mencari pelaku.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Drone Tabrak British Airways Saat Mendarat

Ilustrasi pesawat (iStock)

Pada April 2016, sebuah maskapai penerbangan milik Inggris yang akan mendarat di bandara Heathrow, London, Inggris, melaporkan kepada petugas bandara telah ditabrak oleh sebuah drone (kapal tak berawak) sebelum mendarat dengan selamat.

Maskapai penerbangan British Airways bertolak dari Geneva, Swiss, yang mengangkut 132 penumpang dan 5 awak, ditabrak oleh benda terbang itu sesaat sebelum mendarat di bandara London pada pukul 12.50 waktu setempat.

Setelah mendarat, pilot melaporkan sebuah benda, yang diduga drone, menabrak bagian depan pesawat Airbus A320 yang diterbangkannya.

Dikutip dari BBC, investigasi berkaitan dengan kejadian ini telah dilakukan oleh polisi penerbangan yang berpusat di bandara Heathrow. Petugas mengatakan belum ada penangkapan yang dilakukan terkait kasus itu, dan meyakinkan bahwa kasus itu merupakan kejadian pertama di UK.

"Pesawat terbang kami mendarat dengan selamat, telah diperiksa dengan saksama oleh teknisi kami, dan siap untuk penerbangan selanjutnya," kata juru bicara British Airways.

Juru bicara itu juga menambahkan bahwa mereka bersedia untuk bekerjasama apabila para petugas membutuhkan keterangan dari pihak maskapai.

Sementara itu, juru bicara Otoritas Penerbangan Sipil mengatakan bahwa penerbangan drone di sekitar bandar udara sangat tidak bisa ditoleransi, dan akan ada sanksi bagi yang mencoba meremehkan peraturan tersebut, seperti penalti dan bahkan hukuman penjara.

Steve Landells, Ikatan Pilot British Airline, mengatakan pada sebuah pertemuan, bertabrakan dengan drone bukanlah suatu hal yang mustahil, cepat atau lambat mereka akan merasakannya.

Pihak berwajib juga mengatakan bahwa menerbangkan drone di sekitar bandar udara bisa membuat pelaku terjerat hukuman hingga lima tahun penjara, dan peraturan melarang untuk menerbangkan kapal tanpa awak itu di atas ketinggian 122 m atau di sekitar bangunan dan orang ramai.

Namun, kejadian yang baru-baru ini terjadi hanya akan membuat bertambahnya tekanan terhadap penegasan tindakan untuk pelanggaran aturan.

Baru-baru ini, AS telah memperkenalkan sebuah skema pendaftaran wajib bagi pengguna pesawat tanpa awak itu, untuk mendaftarkan teknologi pesawat tanpa awak mereka. Hal itu bertujuan untuk mempermudah pelacakan pemilik drone yang telah rusak.

Pemerintah juga memerintahkan untuk memasang perangkat GPS (geo-fencing) pada setiap drone, yang berfungsi untuk mencegah benda itu terbang pada area terlarang.

Departemen Transportasi berjanji akan menerbitkan strategi baru untuk kapal tak berawak tahun ini. Para pilot telah menjalani pelatihan khusus di DoT, terkait dampak dari terseretnya drone ke dalam mesin atau kaca depan pesawat.

Belum ada data yang cukup untuk menunjukkan dampak fatal yang diakibatkan oleh benturan drone.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya