Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengundang penyedia layanan over the top (OTT) seperti Facebook, Google, dan Telegram, terkait penanganan konten radikalisme dan terorisme di masing-masing platform.
Penyedia layanan OTT asing ini dipanggil ke Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di Gambir, Jakarta, pada Selasa (15/5/2018).
Baca Juga
Advertisement
Turut hadir di antaranya adalah Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari dan Kepala Kebijakan Publik Google di Indonesia Danny Ardianto.
Menurut Rudiantara, pihaknya di Kemkominfo telah melakukan pemantauan terhadap akun-akun yang dianggap terkait dengan paham radikalisme dan terorisme, akun tersebut dilaporkan kepada penyedia layanan OTT untuk di-take down.
"Teman-teman melakukan pemantauan dan manakala dirasakan sudah confirm (berkaitan dengan radikalisme dan terorisme) dilakukan take down dari akun atau konten di medsos atau konten yang dibagikan di layanan berbagi video (seperti YouTube)," kata Rudiantara di hadapan wartawan.
Kendati begitu menurut pria yang karib disapa Chief RA ini, dari ribuan akun yang dianggap terkait radikalisme dan terorisme tidak semuanya di-take down.
"Setelah diidentifikasi ada ribuan akun yang terkonfirmasi, ada yang sudah di-take down dan ada yang belum," ujar Rudiantara.
Kordinasi dengan Aparat Penegak Hukum
Menurutnya, keputusan untuk belum men-take down akun yang terkait radikalisme dan terorisme lantaran Kemkominfo berkoordinasi dengan aparat penegak hukum seperti Kepolisian RI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Hal ini, kata Rudiantara, dilakukan guna memberikan keleluasaan kepada pihak penegak hukum untuk menyelediki lebih lanjut dan melakukan penangkapan terhadap terduga teroris.
"Polri ingin tahu ini jaringan mana, itu alasan belum blokirnya. Karena Polri ingin tahu ke mana, maka tidak otomatis dilakukan pemblokiran tetapi itu hanya masalah waktu," tutur pria berkacamata ini.
Rudiantara mengungkap, sudah pihaknya sudah melaporkan ada 280 akun Telegram yang langsung di-take down.
"280 lebih langsung take down, karena Telegram kooperatif, banyak kaitan dengan radikalisme," tandasnya.
Kemudian untuk Facebook, ada sekitar 450 akun yang dilaporkan. Dari jumlah itu, 300 sudah di-take down.
Sementara untuk YouTube ada 250 akun yang dilaporkan. Dari jumlah tersebut, kata Rudiantara, 40 persennya sudah di-take down.
Sementara untuk Twitter, ada 60-70 akun yang dilaporkan terkait radikalisme dan terorisme. "Setengahnya sudah selesai (di-take down)," pungkas Rudiantara.
(Tin/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement