Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua DPR Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Fahri Hamzah menyampaikan rasa duka cita yang mendalam atas wafatnya 5 Bhayangkara negara dalam peristiwa kerusuhan antara napi teroris dengan aparat kepolisian di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, jawa Barat, pada Selasa malam (8/5/2019) hingga Rabu (9/5/2018) kemarin.
"Saya ikut berduka atas wafatnya Bhayangkara negara dalam peristiwa di Mako Brimob, dan semoga Allah SWT menerimanya di tempat terbaik," ucap Fahri Hamzah lewat ponstingannya diakun Twitternya @Fahrihamzah, Jumat (11/5/2018).
Advertisement
Di mata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, ke lima korban jiwa yang merangang nyawa saat menangani karusuhan di Mako Brimob, adalah perwira-perwira terbaik bangsa, Bhayangkara negara tidak boleh sia-sia.
"Cukup sudah, lakukan sesuatu yang beda untuk melindungi nyawa anak bangsa. Apalagi yang sedang bertugas. Lakukan dengan niat yang mulia, bahwa 1 nyawa adalah pertanda kita telah kehilangan semuanya," ucap Fahri mengingatkan.
Diakui kalau Indonesia kadang dilematis, seolah isu teroris ini takkan habis. Padahal Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di antara negara muslim.
"Makanya, kita harus bisa mengurai persoalannya hingga terungkap akarnya sampai habis. Polri perlu kepemimpinan dari presiden," tegasnya seraya menambahkan bahwa penegakan hukum itu tidak hanya harus adil, tapi harus nampak adil.
Soal adanya ketidakadilan ini, Fahri menilai bahwa di Mako Brimob ada masalah sebelumnya. Di antaranya adalah perlakuan istimewa kepada Ahok (eks gubernur DKI). Ternyata kata Polri justru penyebabnya lebih sepele, yaitu soal makanan.
"Awalnya kita mendengar ini soal ketidakpuasan perlakuan kepada napi khususnya napi teroris, belakangan isunya menjadi pemberontakan dari dalam. Apapun, korban nyawa ini besar. Ini tidak bisa simpang siur dan harus ada kejelasan. Mustahil tak ada kesalahan," tegasnya.
Namun, lanjut anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, secara umum dan sudah sering dirinya mengulangi, bangsa ini memerlukan evaluasi menyeluruh proses penyelenggaraan hukum, terutama Rutan dan Pemasyarakatan.
"Terlalu banyak masalah, dan terlalu diabaikan. Setelah kejadian kita baru sadar dan menyesal," pungkas Fahri Hamzah.
(*)