Yenny Wahid: Sekolah Harus Mawas Diri Jadi Ajang Perekrutan Radikalisme

Anak-anak yang disasar dalam survei ini bukan sembarangan, melainkan anak-anak paling pintar di sekolahnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mei 2018, 20:35 WIB
Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid mengungkapkan hasil survei pihaknya bahwa ada sekitar 58 persen anggota rohis di sekolah-sekolah ingin berjihad ke Suriah. Anak-anak yang disasar dalam survei ini bukan sembarangan, melainkan anak-anak paling pintar di sekolahnya.

"Ini alarm tanda bahaya betul bagi kita dan kita sikapi dengan segera lakukan pencegahan agar mereka tidak makin tergerus," jelas Yenny dalam diskusi publik di Kantor The Wahid Institute, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/5/2018).

Dia menyampaikan, survei ini dilakukan sekitar dua tahun lalu. Kendati demikian ia mengimbau agar masyarakat jangan menghakimi semua anak-anak rohis demikian, namun ada masalah dalam rohis yang harus diselesaikan.

Survei dilakukan saat digelar acara kemah nasional yang diikuti seluruh Indonesia. Kemah ini dilakukan Kementerian Agama. "Ini kerja sama dengan Departemen (Kementerian) Agama dan kami membagikan kuisioner yang diisi anak-anak dari seluruh Indonesia," jelas Yenny Wahid.

Mengatasi persoalan ini, dia mengatakan harus menjadi perhatian pemerintah. Ia melihat ada upaya dari pemerintah menyasar sekolah dan kampus-kampus.

"Sekolah harus mawas diri untuk mewaspadai agar kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler tak dijadikan ajang perekrutan radikalisme," jelas Yenny.

Dia menyampaikan, jika ada sekolah swasta yang terindikasi menjadi media penyebaran paham radikal, pemerintah harus segera masuk untuk menangkal. Salah satu caranya ialah pendekatan persuasif dan mengedepankan dialog dengan pengurus sekolah.

"Kalau ternyata tidak sadar baru membuat rencana aksi untuk membangun kesadaran baru tentang NKRI. Kalau sekolah-sekolah itu secara sadar melakukan pelanggaran hukum, harus ditindak," terang Yenny Wahid.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Cinta Tanah Air

Dialog antara takmir masjid dan BNPT di Malang, Jawa Timur (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Terkait kurikulum di sekolah, lanjut Yenny, harus fokus dalam mengajarkan kebinekaan. Guru harus aktif menyisipkan nilai kebinekaan bangsa dalam kegiatan belajar mengajar.

"Mereka bukan hanya belajar ilmu di sekolah tapi juga belajar nilai. Nilai-nilai itu yang secara aktif harus ditanamkan. Proses pembentukan nilai itu harus ada. Nilai kecintaan terhadap tanah air dan penghargaan terhadap kebinekaan kita," jelasnya.

Selain itu kualitas guru harus diperhatikan. Guru-guru harus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. "Kualitatif dan kuantitatif itu harus diperhatikan. Harus ada peningkatan kualitas guru itu jelas," saran Yenny.

 

Reporter: Hari Ariyanti

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya