Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat seiring kekhawatiran sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran akan batasi ekspor minyak mentah dari salah satu produsen terbesar di Timur Tengah.
Harga minyak Brent naik 20 sen atau naik 0,3 persen ke level USD 78,43 per barel. Penguatan harga minyak Brent terjadi usai capai level tertinggi USD 79,47 per barel atau naik USD 1,24.
Sementara itu, harga minyak Amerika Serikat West Texas Intermediate (WTI) naik 35 sen atau 0,5 persen menjadi USD 71,31 per barel, dan tidak jauh dalam level tertinggi USD 71,92.
Baca Juga
Advertisement
Harga minyak berbalik arah melemah usai organisasi industri menyatakan stok minyak mentah AS naik secara tak terduga. Harga minyak mentah AS turun 6 sen menjadi USD 70,90 per barel. Sedangkan harga minyak Brent tergelincir 22 sen menjadi USD 78,01.
The American Petroleum Institute menyatakan stok minyak mentah naik hampir lima juta barel dibandingkan harapan analis sekitar 763 ribu.
Di sisi lain, perbedaan harga mencolok antara dua acuan harga minyak mencapai USD 8 per barel. Ini merupakan kesenjangan terbesar sejak April 2015. Hal tersebut mencerminkan lonjakan pasokan minyak mentah AS dan risiko geopolitik yang lebih besar untuk harga minyak Brent.
"Harga minyak AS jatuh seiring dolar AS menguat. Sedangkan harga minyak Brent dipengaruhi risiko persediaan di luar negeri. Ada kekhawatiran semua pasokan mengetat di Eropa," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn, seperti dikutip dari laman Reuters, Rabu (16/5/2018).
Harga minyak dunia telah melonjak lebih dari 70 persen sepanjang tahun lalu seiring permintaan minyak naik tajam. Sedangkan produksi telah dibatasi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia.
AS pun mengumumkan akan memberlakukan sanksi terhadap Iran atas program nuklirnya. Ini menimbulkan kekhawatiran pasar kalau akan hadapi kekurangan pasokan ketika pembatasan perdagangan diberlakukan.
Sementara itu, Juru Bicara Iran mengatakan, kalau Iran akan kembali mulai pengayaan uranium jika tidak dapat temukan cara selamatkan kesepakatan nuklir 2015 dengan Uni Eropa setelah AS menarik diri pekan lalu.
Selanjutnya
Sentimen lainnya pengaruhi harga minyak yaitu rilis data ekonomi China yang melaporkan penjualan investasi dan ritel melemah dari perkiraan pada April.
Ditambah penurunan penjualan rumah. Hal itu mengaburkan prospek ekonomi bahkan pembuat kebijakan menavigasi risiko utang dan meredakan perselisihan hubungan perdagangan dengan AS.
Selain itu, dolar AS juga menguat terhadap mata uang lainnya. Dolar AS naik ke level tertinggi sejak Desember. Saat dolar AS menguat, investor biasanya mundur dari komoditas berdenominasi dolar AS seperti minyak.
Meski ada penurunan, pasar tetap mendukung dari OPEC dan produsen minyak lainnya, serta sanksi AS terhadap Iran. Adapun persediaan minyak mentah negara industri OECD pada Maret turun menjadi 9 juta barel di atas rata-rata lima tahun dari 340 juta barel pada Januari 2017.
Produksi AS pun naik menjadi 10,7 juta barel per hari. Ini mendukung pasar domestik AS dipasok dengan baik. Sedangkan produksi minyak serpih AS diperkirakan meningkat sekitar 145 ribu barel per hari hingga capai rekor 7,18 juta barel per hari pada Juni.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement