Moeldoko Segera Bertemu Panglima TNI Bahas Pembentukan Komando Antiteror

Setiap satuan dalam tubuh TNI memiliki pasukan antiteror yang berisi dari prajurit-prajurit terpilih. Baik dari Kopassus TNI AD, Denjaka TNI AL, dan Satbravo TNI AU.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mei 2018, 15:51 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri dengan didampingi oleh Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Eko Sulistyo, menerima para buruh

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (purn) Moeldoko akan segera bertemu Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto untuk membahas rencana pembentukan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan dalam rangka pencegahan terorisme di Indonesia.

"Kita akan bicarakan kepada Panglima," kata Moeldoko di Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jl Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (16/5).

Dia menjelaskan, setiap satuan dalam tubuh TNI memiliki pasukan antiteror yang berisi dari prajurit-prajurit terpilih. Baik dari Kopassus TNI AD, Denjaka TNI AL, dan Satbravo TNI AU.

Namun sejauh ini belum bisa dilibatkan. Oleh karena itu, Moeldoko akan bertemu Presiden Joko Widodo untuk membahas rencana pembentukan komando gabungan.

"Perlu lapor lagi ke Presiden," kata Moeldoko.

Sebelumnya, Moeldoko juga menjelaskan pembentukan organisasi itu memang diperlukan dalam situasi dan kondisi global saat ini.

"Sebenernya waktu saya jadi panglima TNI itu sudah pernah kita bentuk. Kemarin saya diskusi dengan Presiden dan beliau sangat tertarik, sangat mungkin akan dihidupkan kembali," ungkap Moeldoko, di Kantor Staf Kepresidenan, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (11/5).

Mantan Panglima TNI ini mengatakan, komando operasi gabungan itu terdiri dari beberapa pasukan-pasukan elite di Indonesia dengan status operasi. Sebut saja salah satunya yakni Komando Pasukan Khusus atau Kopassus.

"Ada juga Denjaka (Datasemen Jala Mangkara dari TNI AL) dan Denbravo (Detasemen Bravo dari TNI AU), kumpulkan di standy by pos dengan status operasi," kata dia.

Status operasi sendiri artinya semua kebutuhan dengan standar operasi. Untuk pekerjaan sehari-harinya pasukan itu adalah melakukan latihan mapping situasi, setelahnya terus berlatih.

"Sehingga nanti begitu ada kejadian di Bali (misalnya), kita proyeksikan prajurit kesana dengan mudah bisa mengatasi. Juga membuat proyeksi di tempat lain," ucap Moeldoko.

Pasukan itu disiapkan dalam tempo yang secepat-cepatnya, agar di kemudian hari mereka dibutuhkan dapat berpindah ke lokasi yang dituju dengan mudah.

"Agar bisa digeser," imbuhnya.

Selain itu, menurut Moeldoko, TNI sendiri memiliki Pasukan Pemukul Reaksi Cepat atau PPRC. Namun, membutuhkan waktu lebih untuk pergerakannya.

"TNI memang memiliki PPRC tapi ini besar, sehingga di dalam pergerakannya juga memerlukan waktu," jelas dia.

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya