Beduk Sangmagiri Cirebon, Alat Pukul yang Disukai Sunan Gunungjati

Sebelum masuk waktu petang, Sultan Keraton Kasepuhan PRA Arief Natadiningrat melaksanakan tradisi Dlugdag

oleh Panji Prayitno diperbarui 17 Mei 2018, 08:29 WIB
Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat menjalankan tradisi dlugdag dengan memukul beduk berusia 500 tahun. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Cirebon merupakan daerah di Pantura Jawa Barat yang kaya akan tradisi. Salah satunya adalah Dlugdag, tradisi memukul beduk pada satu hari sebelum Ramadan.

Sebagaimana diketahui, dlugdag adalah menabuh beduk bertalu-talu menjelang petang. Disaksikan warga sekitar di area Langgar Agung Keraton Kasepuhan Cirebon.

Setelah salat asar, Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat memulai tradisi dlugdag.

"Dlugdag ditabuh merupakan tanda-tanda sudah masuk bulan suci Ramadan," ucap dia, Rabu, 16 Mei 2018.

Dia mengaku, di tengah berkembangnya alat komunikasi, beduk masih menjadi salah satu alat tradisional yang bermanfaat untuk warga sekitar. Dia menjelaskan, pada masa Sunan Gunungjati, beduk digunakan sebagai alat komunikasi warga.

Baik untuk kegiatan kemasyarakatan hingga menandakan waktu salat dalam Islam. Bahkan, kata dia, beduk yang diberi nama Sangmagiri tersebut sudah ada sebelum Islam masuk.

"Beduk ini dimanfaatkan Wali Sanga untuk menyebarkan Islam juga termasuk salah satunya tanda memasuki bulan suci," ujar dia.

Dia menjelaskan, dalam tradisi dlugdag, tabuhan suara beduk mulai dengan kecepatan lambat hingga cepat. Dia menjelaskan, makna dari tabuhan tersebut agar setiap manusia harus mengikuti proses dalam mencapai sesuatu.

"Dalam kehidupan sebaiknya diawali dengan perlahan dulu jika sudah menemukan alurnya maka bisa bergerak cepat," tuturnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Genderang Perang

Beduk Sangmagiri merupakan salah satu alat bantu tradisional yang disukai Sunan Gunungjati Cirebon. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Sultan Arief menjelaskan, umumnya, Beduk Sangmagiri dibunyikan sebagai tanda dari berbagai rangkaian kegiatan besar di Keraton Kasepuhan Cirebon.

Dia juga mengatakan, beduk menjadi salah satu alat yang dipakai dalam pementasan wayang kulit. Berpadu dengan gamelan, beduk dipukul sebagai tanda memasuki genderang perang dalam setiap cerita wayang kulit.

"Di Gamelan Sekaten contohnya ada beduk di situ untuk hitungan sebelum gong sekatenan ditabuh," ujarnya.

Dia menyebutkan, beduk yang berusia 500 tahun ini masih awet dan tegak berdiri dengan penyangga dan kentrongan. Beduk Sangmagiri tersebut terbuat dari kulit kerbau atau sapi.

Dia menjelaskan, penggunaan beduk merupakan kebanggaan masyarakat Cirebon pada masa Sunan Gunung jati.

"Waktu itu kan ada alat dari China dan Arab, tapi Sunan lebih memilih beduk ketimbang yang lainnya. Kita sebagai generasi penerus tentunya akan tetap melestarikan kebudayaan ini," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya