Berpotensi Merusak Pasar, Vietnam Usut Aksi Grab Akuisisi Uber

Vietnam ingin mengusut akuisisi karena pemerintah menilai kesepakatan tersebut dianggap memicu potensi pelanggaran hukum kompetisi bisnis.

oleh Jeko I. R. diperbarui 17 Mei 2018, 14:00 WIB
Suasana proses migrasi dan rekrutmen sopir Uber ke GrabBike di GOR Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Liputan6.com/Jeko. I.R

Liputan6.com, Jakarta - Akuisisi Grab terhadap Uber di Asia Tenggara ternyata menyisakan tanda tanya besar bagi pemerintah Vietnam. Kementerian Perdagangan Vietnam, belum lama ini mengumumkan akan mengadakan investigasi formal terhadap aksi korporasi tersebut.

Adapun alasan mengapa Vietnam ingin mengusut akuisisi ini tak lain karena pemerintah menilai kesepakatan tersebut dianggap memicu potensi pelanggaran hukum kompetisi bisnis.

"Berdasarkan hasil investigasi awal, konsentrasi ekonomi antara Grab dan Uber di Vietnam memiliki pangsa pasar lebih dari 50 persen," ujar perwakilan Kementerian Perdagangan Vietnam sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (17/5/2018).

Kementerian Perdagangan Vietnam sayangnya tidak mengungkap kapan mereka akan melakukan investigasi tersebut. Yang pasti, pihaknya akan bekerjasama dengan perusahaan, asosiasi, serta otoritas pemerintahan yang berhubungan soal potensi pelanggaran konsentrasi ekonomi.

Sebetulnya, investigasi di Vietnam mengikuti upaya yang sudah dilakukan di negara Asia Tenggara lain, seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Filipina.

Negara-negara ini khawatir akan besarnya pangsa pasar Grab, yang bisa saja bakal merusak kompetisi dan menciptakan monopoli bisnis setelah akuisisi berlangsung.

Contoh saja di Filipina. Untuk bisa menengahi hal tersebut, negara ini bahkan meminta Go-Jek untuk beroperasi. Dengan demikian, hadirnya Go-Jek bisa menjadi penyeimbang dominasi bisnis Grab dan menciptakan kompetisi yang sehat.


Grab Angkat Bicara soal Monopoli Angkutan Online

Ridzki Kramadibrata, Managing Director Grab Indonesia. Liputan6.com/Jeko I.R.

Aksi korporasi Grab yang mengakuisisi bisnis Uber di Asia Tenggara belum lama ini, memicu anggapan publik kalau Grab kemungkinan bisa saja memonopoli bisnis transportasi online.

Pasalnya, bergabungnya semua elemen bisnis Uber ke Grab berpotensi memperkuat kapitalisasinya di Asia Tenggara, terlebih di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Ridzki Kramadibrata selaku Managing Director Grab Indonesia, berkata kalau pihaknya secara terbuka berkomunikasi aktif dengan pemerintah soal anggapan ini. Dengan demikian, ia menegaskan Grab tidak akan melakukan monopoli bisnis.

"Kami akan berkomunikasi dengan pemerintah dan terbuka, kami tak akan melanggar apa pun (soal pelanggaran bisnis seperti monopoli) dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan kepada pemerintah," ujar Ridzki kepada Tekno Liputan6.com di kantor Grab Indonesia, Jakarta, Jumat (6/4/2018) kemarin.


Diskusi dengan Pemerintah

Suasana proses migrasi dan rekrutmen sopir Uber ke GrabBike di GOR Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Liputan6.com/Jeko. I.R

Ridzki juga menanggapi imbauan Grab diinstruksikan untuk "bertransformasi" dari perusahaan aplikasi ke perusahaan transformasi.

Menurutnya, imbauan tersebut masih didiskusikan secara langsung dengan pemerintah. Jadi, untuk saat ini, ia tidak bisa membeberkan keputusannya.

"Saat ini kami sedang berdiskusi dan mendapatkan input dari mitra pengemudi apa dampak dan keuntungan yang didapat jika berubah menjadi perusahaan transportasi. Bagaimana pun, usulan pemerintah kami akan tanggapi dengan serius," pungkasnya.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya