Jika Melanggar Aturan, Tenaga Kerja Asing Bakal Dideportasi

Pemerintah membentuk Satgas Tenaga Kerja Asing. Apa fungsinya?

oleh Bawono Yadika diperbarui 17 Mei 2018, 17:00 WIB
Menaker Hanif Dhakiri

Liputan6.com, Jakarta - DPR menyatakan satuan tugas (satgas) tenaga kerja asing (TKA) yang dibuat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) merupakan langkah yang diambil pemerintah menyusul maraknya serbuan TKA.

"Iya, ini memang rekomendasi Komisi IX. Jadi sebenarnya kami punya panitia kerja (panja) dulu ya di 2016, tapi karena dianggap ada tim pengawasan orang asing (timpora), maka dianggap tidak boleh satgas," kata Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf di kantor Kemenaker, Jakarta Kamis, (17/5/2018).

Namun demikian, sambungnya, periode 2016 sampai 2018, DPR melihat banyak sekali wacana membentuk panitia khusus (pansus), angket. Sehingga akhirnya ditegaskan bahwa satgas harus jalan.

"Tidak bisa tidak. Maka kita buat satgas dengan kementerian dan lembaga dan kita tunggu kerjanya," Dede menerangkan. 

Lebih jauh katanya, Komisi IX sudah aktif terkait kepengurusan satgas tenaga kerja asing tersebut sejak 2016.

"Sejak 2016 kita sudah aktif dan terakhir pas kemarin ya, jadi memang sudah dilakukan," tuturnya.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menyatakan ada tiga sikap yang diambil pemerintah menanggapi keberadaan TKA tersebut.

"Pertama, pemerintah melakukan penyederhanan pada perizinan TKA. Kemudian pemerintah meningkatkan pengawasan TKA yang lebih terintegrasi, dan terakhir pengalihan penggunaan pekerja TKA ke tenaga kerja Indonesia (TKI) melalui transfer ilmu," tuturnya.

Satgas ini, Hanif bilang, akan diketuai oleh Direktur Bina Penegakkan Hukum Kementerian Ketenagakerjaan Iswandi dengan pemberian sanksi yang beragam jika terjadi pelanggaran.

"Tiga bulan sekali satgas akan melaporkan secara periodik dengan sanksi yang dimulai, seperti TKA dideportasi, kalau perusahaan karena di sini banyak elemen yang terlibat, ya bisa dipilih berbagai macam sanksi termasuk penundaan layanan, dan lain sebagainya," tandas Hanif.


Jumlah Tenaga Kerja Asing di RI Lebih Sedikit Dibanding TKI di Luar Negeri

Sebanyak 29 tenaga kerja asing asal Republik Rakyat China (RRC) dideportasi.

Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menyatakan, jumlah atau angka Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia masih tergolong proporsional. Hal ini menyusul kekhawatiran membanjirnya pekerja asing ke Indonesia pasca terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA.

“Jadi tak perlu dikhawatirkan, bahwa lapangan kerja yang tersedia jauh lebih banyak dibandingkan yang dimasuki oleh TKA tersebut," ujar dia dalam keterangan resminya di Jakarta, pada 27 April 2018. 

Hanif meminta semua pihak agar tidak khawatir dengan maraknya isu TKA. Terbitnya Perpres tidak akan berdampak makin besarnya jumlah TKA di Indonesia karena aturan tersebut hanya mempercepat proses izin penggunaan TKA menjadi lebih cepat dan efisien.

Dia menjelaskan, berdasarkan data BKPM, investasi berkontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja. Dari 2 juta lapangan kerja, separuhnya sumbangan dari investasi. Lapangan kerja kerja yang tercipta tersebut, hanya sebagian kecil diisi oleh TKA.

“Tak perlu khawatir, proporsinya masih sangat didominasi TKI. Tenaga kerja asing hanya mengisi proporsi yang lebih kecil dalam kesempatan kerja di dalam negeri," kata dia.‎

Menurut Hanif, jumlah TKA di Indonesia, masih sangat wajar dibandingkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 263 juta jiwa. Sedangkan adanya Perpres TKA hanya mengatur kemudahan pada sisi prosedur dan birokrasi masuknya TKA, bukan membebaskannya sama sekali.

“Saya sering sampaikan ke publik, tidak perlu khawatir kalau bicara TKA di Indonesia. Proporsinya masih sangat rasional. Bahwa ada TKA ilegal itu, iya. Pemerintah tak pernah membantah bahwa yang ilegal itu ada. Tapi yang ilegal itu oleh pemerintah terus ditindak," lanjut dia.‎

Hanif menilai jumlah TKA di Indonesia masih tergolong rendah yakni sekitar 85.947 orang pekerja hingga akhir 2017. Sedangkan pada 2016 sebanyak 80.375 orang dan sebanyak 77.149 orang pada 2015. Angka ini tak sebanding dengan jumlah tenaga kerja asal Indonesia di luar negeri.

"TKI di negara lain, besar. TKI kalau survei World Bank, ada 9 juta TKI di luar negeri. Sebanyak 55 persen di Malaysia, di Saudi Arabia 13 persen, China-Taipei 10 persen, Hong Kong 6 persen, Singapura 5 persen," ungkap dia.


Tindak Tegas

Dua orang tenaga kerja asing asal Korea Selatan diciduk aparat DInas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bengkulu karena diduga melanggar izin kerja (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Hanif menegaskan, pemerintah tak akan pernah membiarkan atau mengabaikan terjadinya berbagai bentuk pelanggaran di lapangan. Melalui pengawas tenaga kerja, pengawas polisi, imigrasi, pemerintah daerah, pemerintah selalu melakukan penindakan atas pelanggaran yang dilakukan TKA.

“Skema pengendalian di pemerintah masih sangat kuat, pengawasan terus diperkuat terus persyaratan yang ada masih kuat. Yang disederhanakan hanya prosedur perizinan agar tidak berbelit-belit, tidak ribet," tutur dia.‎

Pemerintah, lanjut Hanif, tetap akan menolak apabila ada perusahaan mengajukan TKA sebagai pekerja kasar. Normanya pekerja kasar tidak boleh masuk ke Indonesia dan jika ditemukan pekerja kasar maka masuk kategori pelanggaran dan sebagai kasus.

“Perlakukan kasus sebagai kasus. Karena kita juga tak ingin apa yang terjadi pada TKI kita digeneralisir,” tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya