Vatikan Imbau Para Biarawati untuk Tahan Diri di Media Sosial

Para biarawati sekarang harus lebih hati-hati di media sosial (medsos), pasalnya Takhta Suci meminta mereka untuk lebih menahan diri.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 21 Mei 2018, 14:30 WIB
Paus Fransiskus sedang memberikan ceramah pada acara audiensi umum di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Rabu (16/5). Jubah Paus berkali-kali diterbangkan oleh angin saat berbicara di hadapan publik. (AFP PHOTO/Andreas SOLARO)

Liputan6.com, Vatikan - Para biarawati sekarang harus lebih berhati-hati dalam beraktivitas di media sosial (medsos), pasalnya Vatikan meminta mereka untuk lebih menahan diri.

Dilansir Fortune, Senin (21/5/2018), Vatikan menyampaikan dalam panduan barunya bahwa para biarawati diimbau agar tidak terlalu berlebihan saat berkomunikasi di medsos.

"Legislasi ini terkait cara komunikasi sosial, dalam segala jenis yang ada hari ini, yang bertujuan menjaga rekoleksi dan keheningan," tulis dokumen Vatikan.

Vatikan turut menekankan pentingnya rekoleksi dan keheningan dalam kehidupan yang kontemplatif. Lebih lanjut, dokumen tersebut tidak hanya membahas dari segi konten, tetapi juga dari segi kuantitas. Diharapkan para biarawati tidak terlalu menghabiskan waktunya di medsos.

Meskipun begitu, Vatikan masih memperbolehkan penggunaan komunikasi-komunikasi online di biara untuk penggunaan informasi dan yang berkaitan dengan tugas.

Vatikan sebetulnya cukup terbuka terhadap perkembangan medsos. Paus Fransiskus sendiri terkenal aktif di Twitter dalam menyampaikan dakwahnya.

Paus Fransiskus memiliki pengikut sebanyak 18 juta orang, dan cuitannya dilihat warganet sebanyak 3,5 miliar kali dan di-retweet hampir 10 juta kali menurut analisis layanan SocialBearing.


Waspada di Medsos

Ilustrasi sosial media. (via: qureta.com)

Tidak ada salahnya untuk turut menyimak imbauan Vatikan agar lebih berhati-hati di medsos. Sebab, banyak hal-hal negatif yang bisa tersebar di dunia maya.

Pada konteks Indonesia saat ini, menyebar paham radikalisme lewat medsos termasuk salah satu modus yang seringkali dipilih jaringan teroris, terlebih lagi yang menyasar anak-anak.

Dalam sesi konferensi pers kejahatan terorisme, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Anak Berhadapan Hukum (ABH), Putu Elvina, menegaskan keterkaitan paparan radikalisme di medsos pada anak.

"Yang paling rentan itu anak terpapar paham radikalisme di medsos. Aspek medsos ini sangat mengerikan. Anak gampang mengakses internet. Mereka bahkan bisa mencari sendiri konten-konten radikal di medsos," tegas Putu di Kantor KPAI, Jakarta.

Pengasuhan yang kurang maksimal dari keluarga makin membuat anak termakan paham radikalisme. Apalagi tidak adanya pantauan orangtua terhadap konten yang diakses anak. Anak semakin tidak tahu, mana konten yang benar dan salah di medsos.

Inilah yang perlu diperhatikan orang tua, agar keluarganya terlindung dari konten negatif di medsos.


Adukan Konten Negatif di Medsos

Ilustrasi media sosial

Terkait dengan konten radikalisme dan terorisme yang menyebar di medsos, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) baru saja membuat laman pengaduan.

Pengaduan tidak hanya menyangkut kasus radikalisme dan terorisme, melainkan konten berita bohong, pornografi, ujaran kebencian, kekerasan, serta hal-hal kriminal lainnya (kekerasan, malware, dan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual).

Pengumuman laman aduan tersebut diunggah pada Senin, 14 Mei 2018 lewat akun Twitter @aduankonten atau hubungi nomor WhatsApp yang tertera.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya