Ali Fauzi: Aksi Terorisme Bukanlah Pengalihan Isu

Ali mengatakan, masyarakat harus diberikan pemahaman bahwa aksi terorisme bukanlah rekayasa.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Mei 2018, 18:56 WIB
Presiden Jokowi meninjau Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) yang menjadi lokasi ledakan bom di Jalan Arjuna, Surabaya, Minggu (13/5). Jokowi didampingi Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Mareskal Hadi Tjahjanto. (Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), Ali Fauzi yang merupakan mantan petinggi Jamaah Islamiyah menegaskan, peristiwa terorisme yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bukanlah operasi intelijen atau rekayasa. Aksi tersebut benar dilakukan orang-orang yang ingin membuat Indonesia gaduh.

"Demi Allah, saya bisa bersumpah itu bukan rekayasa polisi, bukan pengalihan isu, bukan operasi intelijen dan ini kelakuan orang-orang yang tidak suka NKRI, kelakuan orang-orang yang ingin kita gaduh, dan kelakuan orang-orang yang ingin negara kita cerai-berai," ujar Ali Fauzi dalam diskusi 'Memutus Mata Rantai Terorisme; Mungkinkah?' di Gedung LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (17/5/2018).

Ia mengatakan, masyarakat harus diberikan pemahaman bahwa aksi ini bukanlah rekayasa. Hal ini merupakan tantangan besar yang harus dilakukan bersama-sama. Seharusnya perspektif atau pola pikir masyarakat atas kejahatan luar biasa (extraordinary crime) terorisme sama atau seragam.

"Tantangan terbesar penanganan terorisme ialah adanya perspektif beragam dari masyarakat Indonesia. Masih ada yang mengatakan ini pengalihan isu, rekayasa, konspirasi, dan lain sebagainya," ucap adik terpidana mati pelaku teror bom Bali, Amrozi ini.

Dia mengatakan, pola pikir terhadap extra ordinary crime terorisme ini menyedihkan. Bahkan, ada profesor dan doktor masih terkungkung bahwa apa yang terjadi di Indonesia adalah rekayasa, ada kepentingan politik dan lain-lain.

Deradikalisasi penting dilakukan bukan hanya kepada warga yang terpapar paham radikalisme dan mantan napi teroris, tapi juga orang-orang yang sudah terpapar paham radikalisme maupun ekstremisme.

"Bagi yang belum terpapar harus diberi pengetahuan bahwa terorisme itu berbahaya, bahwa terorisme ada. Bagi yang sudah (terpapar), tentu harus ada produk-produk dari pemerintah yang berbasis afirmasi diri. Mengubah mindset mereka, mengubah ideologi mereka dan yang terpenting bagaimana bisa menciptakan orang-orang ini yang dulu benci dengan polisi jadi cinta. Yang dulu menganggap polisi lawan, sekarang kawan," papar Ali Fauzi.


Jangan Menggeneralisasi

Ali Fauzi juga meminta kepada masyarakat di luar Islam agar jangan menggeneralisasi semua muslim memiliki pemahaman agama yang sama dengan para teroris.

"Islam adalah agama toleran. Kelompok-kelompok toleran jauh lebih banyak dari kelompok-kelompok teroris. Terpenting ke depan bagaimana memahamkan masyarakat banyak bahwa aksi-aksi teroris bukan buatan polisi," jelasnya.

Dalam sepekan terakhir, aksi teror terjadi di Surabaya dan Pekanbaru. Pada akhir pekan, Minggu 13 Mei 2018, aksi bom bunuh diri terjadi di tiga gereja di Surabaya dan menewaskan 14 orang. Kemudian menyusul pada Senin 14 Mei 2018, aksi bom bunuh diri kembali terjadi di Mapolrestabes Surabaya.

Pada Rabu 16 Mei 2018, Mapolda Riau di Pekanbaru diserang sekelompok teroris. Aksi yang terjadi ini disebut berkaitan dengan kerusuhan narapidana teroris di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok pekan lalu.

Menanggapi serangkaian aksi teror ini, beragam tanggapan muncul di tengah masyarakat. Masyarakat ramai mengutuk aksi tersebut dan berempati kepada para korban. Namun, tak sedikit pula yang menganggap serangkaian teror ini merupakan rekayasa, pengalihan isu, operasi intelijen, dan lainnya.

 

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya