Liputan6.com, Jakarta - Langkah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI 7 days repo rate 25 basis poin (bps) menjadi 4,50 persen usai melakukan pertemuan selama dua hari pada 16-17 Mei 2018. Kenaikan suku bunga acuan tersebut dinilai dapat membendung aksi jual investor.
Berdasarkan data RTI, IHSG dibuka menguat 16 poin ke posisi 5.831 pada pembukaan perdagangan saham Jumat 18 Mei 2018. Kemudian IHSG sempat bergerak ke zona merah. Hingga akhirnya pada penutupan sesi pertama perdagangan saham Jumat pekan ini, IHSG menguat 16,92 poin ke posisi 5.832,46. Namun, investor asing masih jual saham Rp 210,12 miliar di pasar reguler.
Analis PT Reliance Sekuritas, Lanjar Nafi menilai, BI dapat menahan aksi jual saham dalam jangka pendek. Akan tetapi, kebijakan BI tersebut dapat bebani emiten dalam jangka panjang.
Baca Juga
Advertisement
"Emiten akan memerlukan biaya lebih mencari dana segar dan ekspansi. Pinjaman bank dan obligasi dengan bunga lebih tinggi," tambah dia.
Selain itu, menurut Lanjar, kenaikan suku bunga acuan BI jadi 4,5 persen juga belum akan berdampak terhadap kinerja bank.
"Pertumbuhan perbankan pada masa suku bunga rendah masih dibawah 10 persen," ujar Lanjar, saat dihubungi Liputan6.com.
Lanjar menuturkan, hal ini berbanding terbalik dengan daya beli dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih terhitung moderate. Investor juga dinilai akan mengalihkan dana investasinya ke produk bank seperti deposito dan surat utang.
"Untuk investor akan berpikir panjang untuk investasi jangka panjang pada aset berisiko," kata dia.
Sementara itu, Analis PT Indosurya Sekuritas, William Suryawijaya menuturkan, BI akhirnya menetapkan kenaikan suku bunga acuan memberikan kepastian bagi dunia usaha untuk jangka menengah hingga panjang.
Sektor Saham Menarik Saat Suku Bunga Acuan Naik
Sementara itu, untuk sektor saham yang paling berdampak pasca kenaikan suku bunga, Lanjar menilai hal tersebut akan berpengaruh signifikan pada sektor saham properti dan keuangan.
"Sektor finance dan properti. Ini karena related dengan suku bunga. Pertumbuhan penjualan rata-rata properti masih di bawah ekspektasi," tutur dia.
Sedangkan sektor saham yang menarik saat suku bunga naik, menurut Lanjar yaitu pertambangan, consumer, industri dasar dan infrastruktur. William pun memilih sektor saham konsumer, infrastruktur terutama telekomunikasi, bank dan properti yang menarik saat suku bunga menguat.
Lanjar selanjutnya menilai jika kenaikan BI rate terus naik maka hal ini dipandang akan membebani aset berisiko tinggi. "Jika tren BI rate terus naik hingga 7 persen sedangkan pertumbuhan gross domestic product (GDP) masih di bawah 6 persen, saya kira akan membebani aset berisiko tinggi seperti ekuitas," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement