Liputan6.com, Jakarta - Wall Street berakhir melemah pada penutupan perdagangan pekan ini setelah sebelumnya sempat terombang-ambing antara dua wilayah. Saham sektor perbankan dan saham teknologi menjadi pemberat gerak indeks bursa di Amerika Serikat (AS) tersebut.
Mengutip Reuters, Sabtu (19/5/2018),Dow Jones Industrial Average bergerak mendatar dan mengakhiri sesi di 24,715.09. Untuk S&P 500 kehilangan 7,16 poin atau 0,26 persen menuju 2.712,97. Sedangkan Nasdaq Composite turun 28,13 poin atau 0,38 persen menjadi 7.354,34.
Secara mingguan, ketiga indeks utama tersebut membukukan kerugian karena pasar bereaksi negatif terhadap laporan dari pertemuan perdagangan antara AS dengan China. Selain itu, tekanan di pasar saham juga diakibatkan oleh kenaikan imbal hasil obligasi surat utang pemerintah AS dan kenaikan harga minyak dunia.
Baca Juga
Advertisement
"Saya pikir semua orang tengah menunggu hasil pembicaraan perdagangan AS-China yang saat ini tengah berlangsung. Selain itu juga ada kecemasan di harga minyak," jelas analis Bruderman Asset Management, New York, AS, Oliver Pursche.
China membantah laporan dari beberapa pejabat AS bahwa mereka telah menawarkan paket kebijakan untuk memangkas defisit perdagangan AS hingga USD 200 miliar. Menurut China mereka masih melakukan diskusi untuk hasil yang lebih baik.
Selain itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS berjangka waktu 10 tahun kembali ke level tertinggi hampir tujuh tahun yang didorong oleh meningkatnya kekhawatiran inflasi juga menjadi pemberat gerak Wall Street.
Meskipun bank biasanya mendapatkan keuntungan dari suku bunga yang lebih tinggi, tetapi saham JPMorgan Chase, Citigroup, Bank of America dan Wells Fargo semuanya rontok sehingga menekan indeks S&P Financial dan turum sebesar 0,9 persen.
Lonjakan Harga Minyak
Pada perdagangan kemarin, Wall Street juga ditutup melemah karena kenaikan harga minyak dan investor khawatir pada meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China.
Komentar Presiden AS Donald Trump yang menyebut bahwa China terlalu dimanjakan dengan perdagangan, meningkatkan keraguan investor soal upaya Trump untuk menghindari perang tarif antara dua negara dengan ekonomi terbesar dunia tersebut.
"Saya pikir kekacauan perdagangan ini tentu saja mempengaruhi suasana hati investor," kata Jim Bell, Presiden Direktur Investasi Bell Investment Advisors di Oakland, California.
"Jika perang tarif terwujud, bisnis Amerika menderita," tambah Bell.
Berkurangnya stok telah mendongkrak harga minyak ke level tertinggi dalam 3,5 tahun. Indeks S&P Energy naik 1,3 persen, menjadi penopang utama indeks saham S&P 500. Indeks Russell 2000 ditutup pada rekor tertinggi dalam dua hari berturut-turut.
Saham perusahaan raksasa berkelas internasional lebih tertekan karena kenaikan harga minyak dan penguatan dolar AS. "Perusahaan kecil tidak terkena dinamika perdagangan internasional," kata Bell.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement