Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengungkap 143 juta pengguna media sosial berpotensi terkena 'virus' radikalisme dan terorisme.
"Kita harus bicara hulu dan hilir. Hulu seperti apa? Ya itu, literasi, bicara konten, dan narasi. Hilirnya baru pemblokrian," kata Tenaga Ahli Kemkominfo Donny Budi Utoyo, beberapa waktu lalu.
Advertisement
Donny menyebut sejak pertama kali terjadi bom di gereja di Surabaya, Jawa Timur pada Minggu, 13 Mei 2018, sudah ada 1.285 akun media sosial diblokir. Pemblokiran itu dilakukan dalam waktu 3-4 hari.
Kemekominfo, ujar Donny, sudah jauh-jauh hari memblokir akun-akun bermasalah itu.
“Salah satu upayanya adalah dengan aduan konten, internet sehat, siber kreasi dan lainnya. Isinya dengan melakukan literasi digital, cara menghindari paham radikal,” ucap Donny.
Saat ini, kata Donny, kelompok propaganda menggunakan agitasi dan propaganda melalui media sosial.
“Tujuannya, untuk mempengaruhi warganet yang masih bisa dipengaruhi dengan 'kampanye-kampanye' mereka,” tandasnya.
Adukan Konten Terorisme dan Radikalisme di Sini
Kemkominfo juga langsung bergerak cepat melihat banyak konten-konten negatif setelah terjadinya peristiwa terorisme pada pekan lalu.
Pihak Kemkominfo meminta para warganet untuk segera melaporkan konten-konten negatif pada situs, email, dan WhasApp yang disediakan secara khusus.
Tidak hanya yang berkaitan dengan kasus terorisme, beberapa konten negatif yang dilaporkan oleh warganet bisa seperti berita bohong, pornografi, ujaran kebencian, radikalisme, kekerasan, serta hal-hal kriminal lainnya seperti konten kekerasan, malware, dan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Akun @aduankonten sendiri baru saja dibuat pada pagi ini, yaitu Senin (14/5/2018).
Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara menghimbau agar para warganet tidak menyebarkan konten-konten sensitif seperti foto korban aksi terorisme.
Pihak kepolisian pun memberikan himbauan yang sama supaya para warganet dapat menahan diri sebelum melakukan penyebaran konten-konten terorisme.
Himbauan tersebut penting diikuti, apalagi mengingat banyak anak-anak di bawah umur yang aktif media sosial, sehingga keadaan psikologisnya bisa terganggu oleh foto-foto aksi terorisme.
Advertisement
Jangan Sebar Konten Terorisme
Rudiantara dengan tegas mengimbau masyarakat tidak menyebarluaskan konten negatif yang berkaitan dengan aksi terorisme.
Imbauan itu disampaikan Rudiantara saat menghadiri kegiatan car free day dalam rangkaian Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-110 di Pelataran Parkir Sarinah beberapa hari lalu seperti dikutip dari keterangan resmi Kemkominfo
Ada dua poin yang menjadi perhatian Rudiantara. Pertama, ia mengimbau masyarakat tidak menyebarluaskan atau memviralkan konten, baik dalam bentuk foto, gambar, atau video korban aksi terorisme di media apa pun.
"Kedua, memperhatikan dampak penyebaran konten berupa foto, gambar, atau video yang dapat memberi oksigen bagi tujuan akses terorisme, yaitu membuat ketakutan di masyarakat," ujarnya menjelaskan.
Rudiantara juga menegaskan pihaknya terus bekerja sama dan mendukung kepolisian dalam penanganan aksi terorisme.
"Kementerian Kominfo bekerja sama dan mendukung Polri. Berikan ruang Polri karena kami yakin akan kemampuan Polri," tutur Rudiantara.
Ia juga meminta agar setiap orang tak menyebarluaskan gambar atau foto yang tak layak buat anak-anak. "Terorisme, jangan takut. Jangan buat anak-anak kita takut nantinya, karena itu yang diinginkan oleh yang membuat teror. Bangsa kita bukan bangsa penakut," ujarnya.
Selain itu, apabila ada konten yang tak layak, Rudiantara juga mengajak masyarakat untuk melakukan komplain ke penyedia platform. Dengan demikian, konten tak layak tersebut dapat langsung diturunkan.
"Kalau perlu kita sama-sama komplain ke penyelenggaranya. Kita file complaint pada platform, baik Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan sebagainya. Kita minta kontennya turun, untuk Indonesia yang lebih baik. Itulah kebangkitan bangsa Indonesia,” ujarnya.
Reporter: Maulana Kautsar
Sumber: Dream.co.id
(Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: