Probolinggo - Stigma negatif tercap di keluarga empat terduga teroris di Probolinggo, Jawa Timur, usai penangkapan beberapa waktu lalu. Terlebih, gaya busana mereka berbeda.
Salah satunya dialami RA, istri salah satu terduga teroris MF.
Advertisement
Setelah penangkapan suaminya, dia menutup diri dari dunia luar untuk menghindari tudingan-tudingan masyarakat. Terutama tuduhan yang diarahkan kepadanya dan anak-anak.
Dia mengaku tidak pernah tahu aktivitas MF terkait perencanaan teror.
Ketika Jawa Pos berkunjung ke kediaman RA di Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Probolinggo, pagar besi cokelat rumah yang sempat didobrak polisi itu sudah kembali normal.
Pintu rumah yang juga berwarna cokelat itu sedikit terbuka. Jawa Pos kemudian menyapa anak-anak RA dan MF.
"Om nyari siapa?" kata salah satu anak tersebut. Setelah tahu yang ditemuinya adalah jurnalis, bocah itu bergegas memanggil ibunya. "Umi ada yang nyari," teriaknya.
Tak lama, perempuan bercadar hitam yang tengah menggendong seorang bocah muncul. Dialah RA, istri MF. Ibu tiga anak itu bersedia diwawancarai.
RA mengaku pasrah. Dia memercayakan jalan hidupnya kepada Tuhan. Termasuk soal stigma masyarakat yang tak jarang menyebutnya ninja.
Sebagai manusia, dia sakit hati dengan stigma tersebut. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya meminta masyarakat membuka cara pandangnya.
"Saya dulu pernah dibilang ninja dan teroris. Mengingat pakaian yang saya gunakan. Miris rasanya dibilang begitu. Padahal tidak semua yang berpakaian seperti saya ini teroris," kata perempuan kelahiran Jember itu.
RA kembali mengaku tak tahu tentang rencana teror yang hendak dilakukan suami dan kawan-kawannya.
Dia berharap suaminya dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dan tabah dalam menjalaninya.
Sekarang, dia hanya fokus ke anak-anaknya. Terlebih, penangkapan MF membuat anak sulungnya yang duduk di bangku kelas dua sekolah dasar bertanya-tanya.
"Shock atau trauma mungkin dialami anak-anak. Tapi karena mereka masih kecil, jadi belum tahu apa-apa. Hanya saja, anak pertama saya yang sering menanyakan kenapa abinya dibawa polisi. Saya bilang kalau abinya masih ada urusan. Nanti kalau sudah selesai bisa pulang," ujar RA.
Sejak suaminya ditangkap karena diduga sebagai teroris, dia pun tidak memiliki pendapatan. Selama ini, MF bekerja sebagai tukang antar air mineral.
Sementara dirinya berjualan baju secara online. Dia juga mengajar di masjid. Namun, sejak penangkapan, kegiatan belajar-mengajar diliburkan sementara. Dia juga tidak bisa berjualan karena ponselnya disita.
"Orangtua tahu kejadian ini. Jadi untuk masalah keuangan masih dibantu oleh orangtua. Namun saya yakin, ada rezeki lain," kata RA.
Trauma
Tak seperti RA yang tegar. Istri dua terduga teroris lainnya enggan ditemui orang tidak dikenal. Seperti HH, istri HA.
HH mengalami trauma pascapenangkapan suaminya. Termasuk istri IS yang memilih berada di dalam rumah.
Sementara SR, istri AP, tidak keberatan ditemui media. Hanya saja, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari perempuan tersebut. SR lebih banyak menangis.
Baca berita menarik lainnya di Jawa Pos
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement