Liputan6.com, Sanaa - Menteri Dalam Negeri Yaman Ahmed Al-Misri mengatakan bahwa pejabat pemerintahan tidak dapat masuk atau meninggalkan Aden tanpa izin dari Uni Emirat Arab (UEA).
"Emirat telat membantu kami, tapi sekarang Anda tidak bisa pergi ke pelabuhan tanpa izin dari UEA. Anda tidak bisa pergi ke bandara tanpa izin dari UEA. Anda tida bisa masuk atau meninggalkan Aden tanpa izin dari UEA," kata Misri dalam wawancaranya dengan jaringan PBS, seperti dikutip dari Middleeastmonitor.com, pada Senin, (21/5/2018).
"Sebagai menteri dalam negeri, saya tidak memiliki otoritas atas penjara ... aliansi (pimpinan Arab Saudi) awalnya datang untuk membantu kami melawan Houthi, yang berarti bahwa ketika sebuah wilayah telah dibebaskan, pemerintah yang sah harus diizinkan untuk memerintah."
Baca Juga
Advertisement
Menanggapi klaim jurnalis Amerika Serikat, Marsaia Biggs, yang menyebutkan bahwa Yaman berada di bawah pendudukan, Misri mengatakan, "Sepertinya memang begitu hanya saja tidak diumumkan, kami memiliki banyak indikator yang mendukung apa yang baru saja saya katakan, tapi kami masih memikirkan cara-cara menghadapi UEA, dan jawab atas pertanyaan ini akan muncul dalam beberapa bulan ke depan."
"Entah apakah negara koalisi membuktikan bahwa mereka datang untuk mendukung pemerintah yang sah dan memungkinkan kami untuk melakukan tugas kami, atau mereka akan membuktikan apa yang baru saja kami sampaikan (bahwa kami di bawah pendudukan). Terkait hal ini, saya akan menggelar konferensi pers dan mengumumkannya, tapi bukan sekarang," tutur Misri.
Biggs telah bertemu dengan keluarga para tahanan dan salah seorangnya, Radfan Al-Futaihi, mengatakan, "Kami bahkan tidak diizinkan untuk mendatangi kantor koalisi untuk bertanya tentang anggota keluarga kami. Apakah mereka datang untuk membantu kami menyingkirkan Houthi atau justru menghancurkan kami? Ini adalah kejahatan. Kami ini manusia, bukan binatang."
Sementara itu, salah seorang warga Yaman lainnya, Hanan Mohamaed Ali Hassan, mengatakan bahwa pemerintah tidak memiliki kendali atas Yaman. "Ini adalah negara kita, tetapi koalisi memperlakukan kita seperti budak di negara kita sendiri. Mereka menduduki kita. Mereka telah membantu kami sekali, dan kami berterima kasih kepada mereka untuk itu, tetapi mereka harus pergi sekarang."
Saksikan video pilihan berikut ini:
Koalisi Mencengkeram Yaman?
Kabar bahwa pasukan koalisi Arab, khususnya Arab Saudi dan UEA, yang berperang melawan Houthi mulai menduduki Yaman sebenarnya sudah berembus beberapa waktu lalu, menyusul kedatangan militer mereka ke Pulau Socotra.
Dimulai pada awal Mei lalu, masyarakat yang mendiami Pulau Socotra marah setelah militer UEA mengerahkan sejumlah pesawat militer dan lebih dari 100 pasukan ke Situs Warisan Dunia UNESCO tersebut.
Kepada Al Jazeera, penduduk setempat mengatakan bahwa empat pesawat Uni Emirat Arab tiba secara ilegal di pulau itu.
Terletak di sebelah timur Tanduk Afrika di Laut Arab, Pulau Socotra dihuni 60.000 jiwa. Pulau yang dikenal lewat flora dan faunanya yang unik itu telah dikelola Yaman selama lebih dari dua abad terakhir.
Namun, sejak UEA memasuki perang Yaman pada Maret 2015 sebagai bagian dari koalisi pimpinan Arab Saudi, Abu Dhabi dikabarkan telah mengeksploitasi kekosongan keamanan dan mencoba untuk mendapat "pijakan" di sana.
UEA telah mengonfirmasi melakukan operasi militer di Socotra. Media lokal melaporkan bahwa UEA telah menyewa Pulau Socotra dan satu lagi pulau di dekatnya, Abd al-Kuri, selama 99 tahun.
Selang beberapa hari, juru bicara militer Arab Saudi mengumumkan bahwa pasukan negara itu telah mendarat di Pulau Socotra.
Turki al-Malki, juru bicara koalisi pimpinan Arab Saudi yang memerangi pemberontak Houthi Yaman mengatakan pada Minggu bahwa tentara Arab Saudi tengah dalam misi pelatihan dan dukungan dengan pasukan Yaman.
Advertisement