Top 3 News Hari Ini: Sebelum Lengser, Soeharto Tolak Bertemu Habibie, Kenapa?

Top 3 news hari ini, setelah lengser, Soeharto tetap tidak ingin bertemu Habibie. Hingga akhirnya Habibie dilantik menjadi Presiden, Soeharto tetap tidak mau bertemu.

oleh Luqman RimadiMaria FloraNafiysul QodarLiputan6.com diperbarui 21 Mei 2018, 20:36 WIB
Soeharto didampingi wakilnya, BJ Habibie, membacakan pidato pengunduran dirinya sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998. Soeharto yang telah telah menjadi presiden Indonesia selama 32 tahun mundur setelah runtuhnya dukungan untuk dirinya. (AGUS LOLONG/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Top 3 News Hari Ini, 20 tahun silam, ribuan mahasiswa dari berbagai daerah menggeruduk Gedung DPR/MPR untuk menolak kepemimpinan Presiden Soeharto. Melihat situasi tersebut, sembilan tokoh di undang ke Istana Merdeka.

Soeharto mengundang mereka dengan maksud untuk diminta menjadi anggota Komite Reformasi. Namun, tak ada yang bersedia. Saat itu, Habibie mengaku dirinya menerima telepon Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita.

Saat itu, Ginandjar mengatakan, dia bersama 13 menteri lain tak bersedia duduk di Kabinet Reformasi. Habibie sempat meminta Ginandjar Cs membatalkan niat mereka mundur dari kabinet. 

Habibie lalu mengontak Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursjid untuk berbicara dengan Soeharto. Tapi, Soeharto menolak.

Kabar lainnya yang tak kalah menyita perhatian, soal bunga yang ditolak Soeharto. Hingga akhirnya Habibie dilantik menjadi Presiden, Soeharto tetap tidak mau bertemu Habibie.

Hal itu berlanjut hingga Soeharto telah menjadi warga sipil. Sang Jenderal besar itu tetap bersikeras tak ingin bertemu BJ Habibie. 

Saat ulang tahun Soeharto ke-77, tepatnya 8 Juni 1998, Habibie yang datang dengan membawa bunga kembali ditolak Soeharto.

Berikut berita terpopuler dalam Top 3 News Hari Ini:

1. Sehari Sebelum Soeharto Lengser, Apa yang Terjadi di Istana?

Pengunjung melihat foto dalam pameran fotografi Refleksi gerakan mahasiswa-Reformaai Tahun 1998 melawan kebangkitan orde baru di Galeri Cipta II, Jakarta, Senin (8/5). Pameran diadakan oleh Persatuan Nasional Aktivis 1998. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Rabu, 20 Mei 1998, suasana di gedung DPR/MPR, Senayan, tak seperti biasanya. Gedung kura-kura yang menjadi ikon simbol parlemen Indonesia itu telah dipenuhi ribuan mahasiswa dari berbagai daerah. Tujuannya satu, menuntut reformasi dilaksanakan.

Menjawab desakan mahasiswa, Soeharto bermaksud membentuk Komite Reformasi, yang hadir berdampingan dengan Kabinet Reformasi. Sembilan tokoh diundang untuk diminta menjadi anggota Komite Reformasi. Namun, tak ada yang bersedia.

Salah satu tokoh yang diundang Soeharto kala itu adalah cendekiawan muslim, Cak Nur. Saat ditawari anggota, Cak Nur tetap menolak.

"Jika orang yang moderat seperti Cak Nur tak lagi mempercayai saya, maka sudah saatnya bagi saya untuk mundur," kata Soeharto kepada para undangan seperti dikutip Ahmad Gaus AF dalam Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner.

Selengkapnya...

2. Habibie dan Kisah Bunga yang Ditolak Soeharto

Presiden ke-3 RI, BJ Habibie menggelar dialog bersama pengurus Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di kediamannya, Jalan Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (24/5/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Wajah-wajah serius dan tegang mewarnai proses pergantian kekuasaan pemerintahan pada Kamis pagi, 21 Mei 1998 di Istana Presiden. Tak ada senyum, tegur sapa, apalagi canda tawa mengiringi peristiwa bersejarah itu.

Sejumlah petinggi yang saat itu datang langsung bergegas pergi setelah Presiden Soeharto menyerahkan tongkat kepemimpinan bangsa Indonesia ke Wakil Presiden BJ Habibie.

Dalam Detik-Detik Menentukan yang ditulis oleh Habibie, disebutkan bahwa keputusan Pak Harto untuk mundur dari kursi kekuasaannya tidak disangka-sangka olehnya.

Habibie mengaku tidak mengetahui alasan Soeharto mundur dari jabatannya. Bahkan, penjelasan juga tidak diterima jelang pengunduran diri dilakukan.

Hingga Habibie dilantik sebagai presiden, Soeharto masih enggan berjumpa dengan Habibie.

Selengkapnya... 

3. Ketika Pengusutan Kasus Terorisme Disoal karena Alquran

Gaya Densus 88 Antiteror Mabes Polri saat penangkapan terduga teroris di Jalan Gempol Raya, Kunciran Indah, Tangerang, Banten, Rabu (16/5). Petugas tampak menenteng senjata laras panjang dan menggunakan penutup wajah. (Merdeka.com/Istimewa)

Akun Twitter Wakil Ketua DPR Fadli Zon, berkicau pada Minggu (20 Mei 2018), jelang tengah hari. Ia nimbrung mengomentari isu yang sedang hangat beberapa hari terakhir.

"Kontroversi Al Quran sebagai barang bukti tindak kejahatan terorisme harus dibahas secara serius," tulisnya.

Setelah cuitan pertama, Fadli menggunggah 13 poin cuitan lain. Isinya masih bicara soal keberatannya Alquran dijadikan barang bukti dalam kasus tindak pidana korupsi.

Polemik penggunaan Alquran sebagai bukti tindak pidana terorimse mulai bergulir Kamis (17 Mei 2018) lalu. Sebuah akun memulai petisi 'Alquran Bukan Barang Bukti Kejahatan' di situs www.change.org.

Dalam penjelasan petisinya, si pembuat petisi terganggu dengan informasi yang berseliweran dalam pemberitaan media. Poin keberatannya terletak pada penyebutan Alquran sebagai barang bukti.

Selengkapnya...

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya