Liputan6.com, Teheran - Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, mengecam pemerintah Amerika Serikat (AS) karena menjanjikan ke publik, tindak pemaksaaan "sanksi terkuat dalam sejarah" di negaranya.
Tindakan sanksi yang diambil oleh Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, itu dituding seolah menjadikan AS sebagai pihak yang "menderita" akibat gagalnya kesepakatan nuklir Iran.
Dikutip dari BBC pada Selasa (22/5/2018), Zarif mengatakan bahwa Amerika "mundur ke kebiasaan lama", yang enggan mengakui kesepakatan nuklir.
Senada dengan kritik Zarif, Presiden Iran Hassan Rouhani meluncurkan "serangan" pribadi terhadap Mike Pompeo, dan mempertanyakan kredibilitasnya sebagai mantan kepala CIA dalam membuat keputusan untuk Iran dan dunia.
Kritik terhadap kebijakan AS juga disampaikan oleh kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini.
Baca Juga
Advertisement
Dia berujar, Pompeo telah gagal menunjukkan bahwa hengkangnya AS dari kesepakatan nuklir 2015 akan membuat situasi Timur Tengah lebih kondusif.
Mogherini juga menyayangkan kebijakan AS telah membuat posisi Uni Eropa, dan khususnya beberapa perusahaan Benua Biru yang melakukan kontak bisnis dengan Iran, berada pada pilihan sulit untuk memilih antara berinvestasi di sana atau mendukung Negeri Paman Sam.
Sebelumnya, Mike Pompeo telah mengatakan akan mencabut sanksi, apabila kesepakatan 2015 diberlakukan kembali, dengan syarat Iran harus patuh terhadap "tekanan keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada rezim Iran".
Sanksi tersebut akan diberlakukan dalam dua priode, yakni tiga dan enam bulan.
Pompeo diketahui menetapkan berbagai kebijakan untuk setiap kesepakatan baru dengan Iran, termasuk penarikan pasukannya dari Suriah, dan mengakhiri dukungan terhadap pemberontak di Yaman.
Adapun sanksi AS yang lebih lama adalah melarang hampir semua perdagangan dengan Iran.
Simak video pilihan berikut:
Janji Pencabutan Sanksi
Ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran dilatarbelakangi hengkangnya Negeri Paman Sam dari Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), yang bertujuan membujuk Iran agar setuju membatasi pengadaan uraniumnya.
Lebih lanjut, kesepakatan tersebut juga memberi opsi pencabutan sanksi apabila Iran berkenan mengurangi operasional reaktor dan pembuatan senjata nuklir.
Disebutkan pula bahwa Iran setuju untuk memodifikasi fasilitas air berat sehingga tidak bisa menghasilkan plutonium sebagai bahan baku bom nuklir.
Sebagai imbalannya, PBB bersama dengan AS dan Uni Eropa berjanji akan mencabut sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.
Kesepakatan itu disetujui oleh Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB - AS, Inggris, Prancis, China dan Rusia - plus Jerman.
Iran menegaskan program nuklirnya sepenuhnya damai, dan kepatuhannya dengan kesepakatan itu telah diverifikasi oleh IAEA.
Advertisement