Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak di kisaran 14.175 per dolar AS pada perdagangan Selasa pekan ini. Rupiah sempat menguat di pagi hari tetapi kembali tertekan.
Mengutip Bloomberg, Selasa (22/5/2018), rupiah dibuka di angka 14.165 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.190 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.164 per dolar AS hingga 14.189 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 4,65 persen.
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.178 per dolar AS, tak berbeda jauh dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.176 per dolar AS.
Chief Market Strategist FXTM Hussein Sayed menjelaskan, pada perdagangan kemarin rupiah merosot ke level terendah sejak Oktober 2015 yaitu 14.180 per dolar AS walaupun BI telah meningkatkan suku bunga pekan lalu untuk mempertahankan nilai tukar.
Apresiasi dolar AS adalah faktor utama di balik depresiasi rupiah, sehingga mata uang Indonesia ini berpotensi semakin merosot. Ekspektasi pasar sepertinya akan meningkat terhadap kenaikan suku bunga acuan BI lebih lanjut guna membantu rupiah di kala dolar AS menguat.
"Saat ini perhatian investor akan tertuju pada rilis data pertumbuhan kredit Indonesia yang dapat memberi gambaran tentang perubahan total kredit dan sewa sepanjang bulan April," jelas dia.
Pertumbuhan kredit yang sehat dapat meningkatkan optimisme terhadap ekonomi Indonesia.
Tak Parah
Sebelumnya, pengamat Ekonomi Poltak Hotradero mengatakan, sebenarnya, angka 14.000 bukan merupakan ukuran untuk melihat parah atau tidaknya pelemahan yang dialami rupiah. Saat ini, rupiah melemah sekitar 3,7 persen, lebih baik dibandingkan Filipina peso yang sebesar 4,3 persen, India rupe 5 persen atau mata uang negara lain di dunia.
"Rupiah mengalami pelemahan tapi tidak sedalam dibandingkan negara lain," ujar dia pada 17 Mei 2018.
Bahkan menurut dia rupiah pernah melemah lebih parah dibandingkan saat ini, yaitu pada 2013 lalu. Saat itu, rupiah pelemahan rupiah mencapai 12 persen.
"Dulu melemahnya sekitar 12 persen sekarang melemahnya 4 persen. Maka posisi Indonesia lebih bagus dibandingkan 2013. Ini masih ada good news-nya. (Dulu) Dari dolar Rp 9.000, naik tajam. Ini perlu kita perhatikan," kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut Poltak, parah atau tidaknya pelemahan rupiah bukan dilihat dari nominal, melainkan dari persentase tingkat depresiasinya terhadap dolar AS.
"Cara berpikir jangan berdasarkan nominal, karena aktivitas ekonomi itu sifatnya relatif. Kenapa di-over blown. Harus lihat dari persentasenya untuk melihat ukuran dari suatu mata uang. Karena ekonomi bertumbuh juga. Pada 2013 jauh lebih parah, dan sekarang jauh lebih mending dibandingkan dulu. Jadi ini yang perlu menjadi perspektif," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement